Perang Rusia Ukraina

Zelensky Minta Para Pemimpin G20 Tak Desak Dirinya Negosiasi dengan Rusia

Presiden Ukraina Volodymir Zelensky meminta dirinya tak didesak bernegosiasi dengan Rusia guna mencari solusi diplomatik perang.

Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Krisna Sumarga

Story Highlights

  • Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark Milley, mengatakan, Ukraina akan sulit memenangkan konflik lewat peperangan melawan Rusia
  • Mark Milley menyarankan musim dingin ini dimanfaatkan untuk mencari solusi damai perang Rusia-Ukraina
  • Pemimpin dinas rahasia AS dan Rusia telah bertemu di Ankara, Turki. Mereka diduga membahas isu-isu paling sensitive saat ini
  • Volodymir Zelensky tampil virtual di forum KTT G20 Bali sebagai undangan tuan rumah Indonesia dan atas desakan negara barat

TRIBUNJOGJA.COM, KIEV - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy meminta para pemimpin G20 untuk tidak menawarkan negaranya kesepakatan damai apa pun dengan Rusia.

Zelenskyy menyampaikan pidato secara virtual di pertemuan puncak KTT G20 Bali, Selasa (15/11/2022). Sementara Presiden Rusia Vladimir Putin memilih tidak hadir.

Zelenskyy tampil setelah muncul desakan negara-negara barat anggota G20 agar Presiden Ukraina itu diundang oleh Indonesia sebagai tuan rumah.

Presiden yang dulunya aktor hiburan Ukraina itu memamerkan kembalinya pasukan Kiev ke Kota Kherson yang ditinggalkan Rusia pekan lalu.

Ia lantas membandingkan peristiwa itu dengan pendaratan D-Day pasukan sekutu di pantai Normandia, Prancis, titik balik penting Perang Dunia II.

Seruan Zelenskyy ini sejalan dengan perkembangan dan sepertinya perubahan sikap Washington yang perlahan membuka jalan perundingan untuk mengakhiri perang Ukraina-Rusia.

Baca juga: Jenderal Mark Milley : Pentagon Dukung Taiwan Lewat Senjata dan Pelatihan Tempur

Baca juga: Politisi Prancis Sebut AS Akan Campakkan Zelensky Begitu Tak Dibutuhkan Lagi

Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark Milley, pekan lalu membuat pernyataan mengejutkan. Ia menyarankan solusi diplomatik karena Ukraina tak mampu menyelesaikan konflik lewat perang.

Jenderal tersebut telah berbicara secara teratur dengan rekannya dari Ukraina, Jenderal Valeriy Zaluzhnyy, termasuk pada Seninlalu.

Selama diskusi, Zaluzhnyy tidak mengungkapkan kekhawatiran atau menyebutkan komentar Milley sekali pun.

Orang tersebut, bersama dengan orang lain yang diwawancarai untuk cerita ini, berbicara dengan syarat anonim untuk membahas pertimbangan internal.

Namun, kesibukan panggilan dan pertemuan dengan Ukraina menggarisbawahi sejauh mana pemerintah khawatir tentang menghadirkan front persatuan di Ukraina dan kemungkinan pembicaraan damai.

Hubungan Tegang Washington-Kiev

Perpecahan publik yang berkepanjangan di antara pejabat tinggi AS dapat mengancam hubungan yang sudah rapuh antara Washington dan Kyiv pada saat penting dalam perang.

Pemerintahan Biden perlu meredakan ketegangan itu karena menyeimbangkan dukungannya untuk Ukraina dengan kekhawatiran persediaan peralatan militer barat hampir habis.

DPR yang akan dikuasai Partai Republik kemungkinan akan memangkas bantuan untuk Kiev.

Sisi lain, para pemimpin Eropa semakin cemas tentang krisis energi di kawasan itu, dengan beberapa orang mulai berusaha bertanya ke sekutunya di AS tentang nasib masa depan.

Media terkemuka AS, Politico, membuat laporan cukup panjang tentang goyahnya sikap pemerintah AS menghadapi peperangan di Ukraina.

Menurut pejabat Ukraina dan AS yang diwawancarai Politico, Washington memberi isyarat ke Kiev musim dingin ini bisa dimanfaatkan.

Meski begitu, tidak berarti pembicaraan harus segera terjadi. Washington tetap bersumpah terus mendukung Ukraina secara militer.

Mark Milley di sebuah forum pertemuan ekonomi di New York pekan lalu, mengatakan Ukraina tidak dapat mencapai kemenangan militer.

Ia menggarisbawahi, musim dingin mendatang mungkin jadi kesempatan untuk upaya penyelesaian diplomatik.

“Ketika ada kesempatan untuk bernegosiasi, ketika perdamaian dapat dicapai, ambillah. Manfaatkan momen ini,” ujar Milley, jenderal berpengaruh yang memimpin militer AS sejak era Trump.

Perkembangan lain, Rusia dan AS mengadakan pembicaraan tingkat tinggi level kepala intelijen di Ankara, Turki, Senin (14/11/2022).

Gedung Putih menegaskan, penyelesaian perang di Ukraina tidak ada di atas meja. Ini memberi petunjuk pertemuan kepala mata-mata kedua negara membahas isu lain.

Kemungkinan berkisar isu penggunaan senjata nuklir, dan pembicaraan nasib warga AS dalam tahanan Rusia.

Moskow menolak mengungkapkan apa yang telah dibicarakan kedua pihak. Meski begitu, mustahil kedua bos mata-mata itu tidak menyinggung perang Ukraina.

Lebih lanjut menurut Politico, isyarat solusi diplomatik yang disarankan Washington menunjukkan ketegangan hubungan antara Gedung Putih dan Kiev.

Keretakan juga muncul di antara pejabat AS. Beberapa dilaporkan berargumen terlalu dini untuk pembicaraan damai.

Sementara yang lain percaya musim dingin menghadirkan kesempatan untuk mencari penyelesaian secara diplomasi.

Kelompok terakhir telah menekan rekan-rekan mereka di Washington untuk mempertimbangkan kesempatan ini lebih serius.

“Tetapi mereka sejauh ini gagal membujuk Presiden AS Joe Biden dan banyak anggota pemerintahannya,” kata laporan tersebut yang dikutip Sputniknews.

Moskow telah berulang kali menyatakan mereka tidak akan mengesampingkan pembicaraan dengan Kiev, menuduh Ukraina kurang terlibat.

Presiden Ukraina Vladimir Zelensky telah menetapkan persyaratan negosiasi dengan Rusia.

Syarat utamanya, memulihkan integritas teritorial (Ukraina), kompensasi semua kerusakan perang, dan hukuman bagi setiap penjahat perang.

Pada Oktober, Zelenskyy menandatangani dekrit yang melarang negosiasi dengan Presiden Vladimir Putin.

Pada hari-hari awal konflik, Kiev telah memberikan nada yang berbeda, mengirim tim perunding ke Istanbul pada Maret untuk membahas penyelesaian dengan Rusia.

Namun tiba-tiba menarik diri dari pembicaraan ini, diduga karena upaya Pperdana Menteri Inggris (saat itu) Boris Johnson.

Bulan lalu, Sekretaris Pers Kremlin Dmitry Peskov mengindikasikan setiap pembicaraan di masa depan dengan Ukraina saja tidak mungkin berhasil.

Sebab, setiap kesepakatan antara kedua negara akan langsung dibatalkan atas perintah kekuatan barat.(Tribunjogja.com/Politico/Sputniknews/xna)

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved