Kudeta Burkina Faso, Jejak AS-Prancis di Afrika dan Moncernya Rusia
Prancis memiliki jejak panjang sebagai kolonialisnya Burkina Faso, Mali dan negara sekitarnya. AS memiliki pusat kendali operasi di negara itu.
Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Krisna Sumarga
TRIBUNJOGJA.COM, LONDON – Bendera Rusia dikibarkan oleh warga saat terjadi kudeta militer di Burkina Faso pada 30 September 2022.
Segera saja media barat terpaku pada adegan sesaat di ibu kota Burkina Faso, sembari mengabaikan sejarah panjang kendali AS dan Prancis atas negara itu.
TJ Coles, peneliti postdoctoral di Institut Kognisi Universitas Plymouth mengulas kisah di balik Burkina Faso dan karyanya dipublikasikan di situs The Grayzone.
Coles juga penulis buku terkenal, karya terbarunya “We'll Tell You What to Think: Wikipedia, Propaganda and the Making of Liberal Consensus.”
Berikut artikel yang ditulis TJ Coles, yang menggambarkan Burkina Faso selama bertahun-tahun jadi aset diplomatik dan intelijen berharga bagi dominasi AS di benua Afrika.
Baca juga: Prancis Resmi Akhiri Operasi Antiteror Barkhane di Bekas Jajahannya di Afrika
Baca juga: Kronologi Presiden Mali Mengundurkan Diri Setelah Disandera Tentara di Kamp Militer
Baca juga: Detik-detik Milisi di Burkina Faso Bantai Warga, Datang Dini Hari Lalu Eksekusi di Rumah, 138 Tewas
Selama sepuluh tahun terakhir, Komando Afrika (AFRICOM) yang dikelola AS telah membangun kapasitas militer negara itu untuk membantu operasi regional AS.
Pada 30 September 2022 terjadi kudeta militer menggulingkan pemerintahan Burkina Faso. Massa mengepung dan merusak Kedutaan Prancis di ibu kota Ouagadougou.
Kemarahan para demonstran berpusat pada Prancis, dan juga AS atas kegagalan mereka menghentikan gelombang serangan militan Islam yang tak henti-hentinya di seluruh negeri.
Kedua negara telah mengirim personel militer untuk melatih tentara Burkina Faso, tetapi serangan ekstremis terus meningkat.
Serangan ekstremis Islam dimulai di negara itu pada 2016 sebagai akibat operasi NATO dan AS menggulingkan Muammar Khadafi di Libya.
Konflik di Libya membuat negara-negara tetangga, termasuk Mali tidak stabil. Ini memungkinkan Boko Haram yang bersekutu dengan Al Qaeda merebut sebagian wilayah di Mali.
Perubahan rezim terbaru di Burkina Faso menyisakan drama bendera Rusia. Kesan segera, Rusia harus disalahkan karena menggulingkan pemerintah.
Kudeta itu menempatkan Kapten Ibrahim Traore sebagai Presiden; atau Presiden Sementara Burkina Faso.
Tapi, seperti yang akan kita lihat, baratlah yang memiliki sejarah campur tangan terpanjang di negara ini.
Selama dekade terakhir, Burkina Faso, yang terletak di Afrika Barat dan dikelilingi oleh negara-negara penting secara strategis, telah mengalami banyak kudeta.
Banyak orang militer yang menggulingkan pemerintah sipil, dan memang satu sama lain, telah dilatih oleh Pentagon. Tetapi mengapa Washington ingin mendominasi negara sekecil itu?
Pada akhir 1880-an, Prancis berjuang untuk menguasai bagian-bagian Kekaisaran Wassoulou, termasuk wilayah yang terkurung daratan yang kemudian mereka namai Republik Volta Atas.
Selama tahun 1950-an, Badan Intelijen Pusat AS memantau eksplorasi geologi Prancis, mencatat deposit besar tembaga, emas, dan mangan.
Setelah kemerdekaan dari Prancis pada 1960, negara itu disebut Uni Demokratik Volta. Presiden Maurice Yaméogo menuduh Angkatan Darat Prancis melatih lawan-lawannya.
Telinga CIA menajam ketika Kepala Staf Angkatan Darat Sangoulé Lamizana merebut kekuasaan pada tahun 1966 untuk menghancurkan pemogokan umum yang dipicu pemotongan pengeluaran publik Yaméogo.
Pada awal tahun 70-an, Lamizana masih berkuasa dan telah menerima dana dari Amerika Serikat.
Hati pemerintahan Nixon berdarah untuk orang-orang tunanetra di negara itu: “buta sungai… endemic.
Akibatnya, lahan subur yang luas di daerah sabana … tidak dapat dibuka untuk pembangunan.”
Pada 1980, Kolonel Saye Zerbo merebut kekuasaan. Digambarkan sebagai "moderat" oleh CIA, dia digulingkan dua tahun kemudian oleh Dr Jean-Baptiste Ouédraogo. CIA berdiam diri atas peristiwa ini.
Pada 1983, Kapten Thomas Sankara, yang dijuluki "Che Guevara Afrika" oleh para pendukungnya, mengambil alih kekuasaan.
Dia memberlakukan program pendidikan massal, hak-hak perempuan, lokalisme, dan pembangunan infrastruktur.
Dia mengganti nama negara Burkina Faso, atau Tanah Manusia Sejati. Tapi Sankara mempertahankan hubungan ekonomi dengan Paris.
CIA takut Sankara terlalu lemah untuk menghentikan apa yang mereka sebut "kiri ekstrim" dari mendapatkan kekuasaan dan bersekutu dengan Uni Soviet.
Sankara digulingkan dan dibunuh pada 1987. Blaise Compaoré, mantan teman dan tersangka aset intelijen Prancis dan AS yang mengkhianati dan membunuhnya, mengambil alih dan memerintah hingga 2014.
Catatan CIA mengering dari titik ini. Pada 1995, New York Times mengartikulasikan minat Washington di Burkina Faso.
Mereka menggambarkan Compaoré sebagai perantara diplomatik yang produktif yang telah "mengubah negaranya yang terkurung daratan ... menjadi pembangkit tenaga diplomatik yang tidak mungkin."
Sayangnya, mereka menampung Islamis Aljazair yang diasingkan atas nama Prancis dan menengahi pihak yang berlawanan dalam perang saudara Togo.
Di bawah Presiden AS George W. Bush, Burkina Faso telah dihapus dari daftar negara terlarang, memungkinkan bantuan militer AS mengalir ke negara itu.
Empat tahun kemudian, Komando Afrika AS (AFRICOM) menandatangani perjanjian kerja sama militer bilateral.
Dengan mendukung peran militer, Burkina Faso berkembang di Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat.
Mereka jadi tuan rumah latihan tahunan Operasi Flintlock pada 2010. AFRICOM mempersiapkan angkatan bersenjata negara kecil itu.
Pada 2020, Kedutaan Besar AS mengkonfirmasi dalam lembar fakta berjudul “Perluasan Keterlibatan AS di Burkina Faso”.
Ada lebih dari 3.000 tentara dan polisi Burkinabe adalah penerima langsung program pelatihan dan peralatan AS setiap tahun, termasuk pelatihan pemeliharaan perdamaian.”
Presiden Roch Kaboré memimpin negara itu hingga Januari tahun ini ketika dia digulingkan oleh Kolonel Paul-Henri Damiba.
Peneliti yang berbasis di AS Nick Turse mencatat, seperti pendahulunya, Damiba juga menikmati pelatihan AS di bawah Flintlock, Kursus Pelatihan dan Bantuan Operasi Kontingensi Afrika Departemen Luar Negeri, Kursus Perwira Dasar Intelijen Militer-Afrika, dan Elemen Dukungan Militer Sipil Pentagon.
Selama bertahun-tahun, negara berpenduduk mayoritas Muslim di Burkina Faso telah mengalami ratusan serangan teror, yang diduga dilakukan oleh cabang al-Qaeda dan ISIS.
Sebagian penduduk memprotes anggapan kegagalan pemerintah untuk mengakhiri serangan. Demonstrasi terjadi di ibu kota, Ouagadougou, yang kebetulan merupakan tempat sebagian besar operasi rahasia AS berbasis.
Segera sesudah kudeta di Burkina Faso, Damiba tidak bertahan lama. Pada September Kapten Ibrahim Traore merebut kekuasaan.
Traore menuduh Damiba terbukti tidak berdaya untuk menghentikan serangan Islam. Apakah Pentagon melatih Traore juga?
"Ini adalah sesuatu yang harus kami selidiki dan hubungi Anda kembali," kata pejabat Pentagon menanggapi pertanyaan Nick Turse dari Grayzone.
Mengenai bendera Rusia yang berkibar di ibu kota Burkina Faso, layanan penyiaran Voice of America pemerintah AS mendapati bendera tersebut dibuat dengan tangan oleh vendor lokal.
Burkinabé lantas meminta intervensi Rusia. Memang, aset militer Rusia tidak ada di negara itu – setidaknya, belum.
Menurut VOA, Burkinabé yang pro-Rusia telah mengonsumsi media dari Mali, di mana Grup Wagner Rusia saat ini memerangi militan Islam atas undangan Bamako.
Mereka percaya milisi swasta telah terbukti berhasil di sebelah (Mali), dan sekarang ingin mereka menggantikan pasukan khusus Prancis yang gagal total setelah tujuh tahun di Burkina Faso.(Tribunjogja.com/TheGrayzone/xna)