Penderita Stroke Meningkat Setiap Tahun, Begini Tips Pencegahan dari Fisioterapis RSUP Dr Sardjito
Ahli Fisioterapi RSUP Dr Sardjito, Tri Wibowo, SST.Ft, Ftr., menjelaskan, secara global, kondisi yang menyebabkan pasokan darah ke otak terganggu itu
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengelolaan gaya hidup sehat harus dilakukan sejak usia muda untuk mencegah penyakit stroke.
Dalam Hari Stroke Sedunia yang diperingati per 29 Oktober, penyakit stroke kini tak hanya menyerang masyarakat lanjut usia (lansia), tapi juga anak muda.
Ahli Fisioterapi RSUP Dr Sardjito, Tri Wibowo, SST.Ft, Ftr., menjelaskan, secara global, kondisi yang menyebabkan pasokan darah ke otak terganggu itu menyumbang jumlah kematian global nomor dua setelah penyakit jantung.
Stroke terjadi karena penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah.
Baca juga: Peradi Yogyakarta Berkunjung ke Tribun Jogja Bahas Rencana Muscab
Kondisi ini menyebabkan area tertentu pada otak tidak mendapat suplai oksigen dan nutrisi sehingga terjadi kematian sel-sel otak.
Stroke merupakan keadaan darurat medis, karena tanpa suplai oksigen dan nutrisi, sel-sel pada bagian otak yang terdampak bisa mati hanya dalam hitungan menit.
Akibatnya, bagian tubuh yang dikendalikan oleh area otak tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik.
“Problem kesehatan di zaman sekarang itu karena meningkatnya penyakit tidak menular (PTM). Stroke termasuk di PTM, sama seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi dan gagal ginjal kronis,” ujarnya kepada Tribun Jogja, Selasa (8/11/2022).
Mengutip data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kata Tri, PTM ini meningkat setiap tahunnya.
Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, PTM banyak disebabkan faktor risiko, antara lain merokok, aktivitas fisik yang rendah, alkohol dan pola makan yang tidak seimbang.
“Data yang ada, penyakit ini sekarang menyerang semua golongan umur, terutama usia produktif. Padahal, itu bisa dicegah sejak sekarang,” kata Tri yang merupakan penerima beasiswa ASEAN- National Neuroscience Institute Trainee Award, Singapore 2022 itu.
Dijelaskan Tri, faktor risiko stroke bisa dibedakan menjadi dua, yakni yang bisa dicegah maupun tidak.
Untuk faktor risiko yang bisa dicegah, diantaranya adalah tekanan darah, obesitas, kolestrol, pola makan tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik.
“Untuk faktor risiko yang tidak bisa dicegah ya ada usia, riwayat keluarga dan genetik. Namun, 90 persen kasus stroke itu disebabkan oleh faktor risiko yang dapat dikendalikan,” beber dia.
Tri mengungkap, 10 besar penyakit yang menyebabkan stroke, beberapa diantaranya adalah hipertensi, obesitas, kadar glukosa yang tinggi dan merokok.
“Maka, selain gaya hidup sehat, pencegahan stroke bisa dilakukan dengan mengendalikan faktor risiko itu, yakni rajin mengontrol tekanan dan gula darah secara teratur, berhenti merokok dan hindari alkohol, pola makan gizi seimbang dan rajin berolahraga,” jelas Tri.
Menurutnya, peresepan aktivitas fisik kurang dimanfaatkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Padahal, dalam dosis yang tepat, aktivitas fisik dapat membantu mencegah, mengobati dan mengelola berbagai penyakit kronis termasuk juga pencegahan stroke dan penyakit jantung
“Itu masuk ke dalam ranh fisioterapi, profesi kedokteran modern yang memang berbasis pencegahan. Fisioterapis ini termasuk dalam program pencegahan primer stroke dengan advokasi dan edukasi kepada masyarakat dalam mengelola gaya hidup sehat,” ungkapnya.
Fisioterapi, kata dia, menjadi bagian dari tim multidisipliner perawatan stroke dan efisien dalam pencegahan primer stroke.
“Orang dewasa yang sehat harus melakukan minimal 150 menit aktivitas aerobik sedang atau 75 menit aktivitas aerobik berat selama 1 minggu,” terangnya.
Baca juga: DPP Kulon Progo Kembangkan Potensi Kopi di Perbukitan Menoreh
Peresepan aktivitas fisik, dijelaskannya, didasarkan pada empat prinsip yaitu frekuensi, intensitas, tipe dan waktu.
Frekuensi berkaitan berapa kali dalam seminggu untuk suatu kegiatan. Kemudian, intensitas berkaitan dengan tingkat usaha dilakukan oleh individu.
Sedangkan, tipe atau jenis berkaitan dengan jenis aktivitas yang sesuai pasien dan time atau waktu berkaitan dengan berapa lama dalam menit, tidak termasuk pemanasan dan pendinginan.
“Manfaat peresepan aktivitas fisik diantaranya ya meningkatkan kekuatan otot sendiri, ketahanan paru dan jantung, mengurangi faktor risiko terjadinya sumbatan arteri dan meningkatkan imunitas dan kebugaran,” tukas Tri. (Ard)