Cerita Fajar Nugros Garap Film Horor Pertamanya, Selesai Syuting Langsung ke Psikiater
Sepekan penayangan film Inang berhasil meraup atensi 700 penonton. Kesuksesan film tersebut tak lepas dari kesan baru yang didapat penonton
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sepekan penayangan film Inang berhasil meraup atensi 700 penonton.
Kesuksesan film tersebut tak lepas dari kesan baru yang didapat penonton terhadap film tersebut.
Fajar Nugros sebagai sutradara film Inang menyuguhkan film horor tanpa hantu yang benar-benar membuat tegang namun hanya sedikit jump scare.
Dalam film ini Fajar berhasil membangun sensasi merinding dan gelisah melalui setting tempat, angle kamera, hingga tone warna dalam filmnya.
Baca juga: Jalin Silahturahmi, Ratusan Peserta Hadiri Parade Onthel Mania di Purworejo
Siapa sangka di balik kesuksesan film Inang ternyata Fajar Nugros untuk kali pertama membuat film bergenre horor.
Sebelumnya, sineas asli kelahiran Yogyakarta ini lebih banyak dikenal sebagai sutradara film komedi.
Fajar Nugros menceritakan kesan selama pembuatan film horor pertamanya.
"Ini baru, aku harus belajar. Dan aku ngajak teman-teman untuk berkolaborasi, kepada pemain dan kru, minta dibantu, kalau ada salah dikasih tahu," kata Fajar kepada wartawan di kawasan Alun-alun Utara, Sabtu (22/10/2022).
Fajar bercerita, film yang digarapnya langsung masuk proses editing di lokasi syuting.
Hal itu kemudian memudahkan ia dan kru untuk melihat bagaimana hasil pengambilan gambar ketika sudah diolah.
"Jadi ketika ada beberapa adegan yang salah, aku harus retake, saya bilang ke teman-teman 'Maaf ya tadi masih ada kesalahan atau kekurangan, kita retake lagi,' karena memang begitu cara saya belajar," katanya.
Film ini memang menjadi suguhan anyar film horor di Indonesia.
Bisa dikatakan Fajar bereksperimen lewat film ini, punya gaya sendiri dalam menciptakan film horor yang berbeda dari sutradara lain seperti Joko Anwar dan Timo Tjahjanto.
Bahkan setelah film rampung digarap, Fajar mengakui dirinya harus mendapat penanganan medis.
"Ini suatu yang baru, aku sangat terbuka. Sebelumnya Indonesia sudah punya film horor yang bagus-bagus dari Joko dan Timo, jangan sampai ini jangan jadi suatu yang lucu ketika keluar. Cukup dua minggu setelah syuting, saya ke psikiater untuk mengembalikan normal, karena aku hemofobic, takut darah, takut hantu, complicated banget sih," kata pria yang pernah duduk di bangku sekolah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta itu.