Berita Jogja Hari Ini

Gambarkan Era Sri Sultan HB III dan IV Pasca Geger Sapehi, Keraton Yogya Gelar Pameran Sumakala

Pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) III dan Sri Sultan HB IV pada periode 1810 hingga 1822 menjadi satu dari sejarah Keraton Yogyakarta

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Yuwantoro Winduajie
Penghageng KHP Nitya Budaya, Keraton Yogyakarta GKR Bendara dan Kurator Pameran Temaram, Fajar Wijanarko 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) III dan Sri Sultan HB IV pada periode 1810 hingga 1822 menjadi satu dari sejarah Keraton Yogyakarta yang tak banyak diketahui publik.

Hal ini disebabkan karena masa kepemimpinan keduanya yang tergolong singkat.

Selain itu, banyak dokumen sejarah pada masa itu yang raib sebagai imbas peristiwa Geger Sepehi yang sangat merugikan Kesultanan Yogyakarta .

Keraton Yogyakarta dirampok dan dijarah oleh orang-orang Inggris yang ingin menggulingkan tahta Sultan yang berkuasa.

Baca juga: Bupati Halim: Pemkab Bantul Dukung Penuh Munculnya Pengusaha Muda

Selain menimbulkan kerugian harta, Keraton Yogyakarta juga kehilangan naskah berharga yang dikuasai dan diambil oleh Raffles Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamford Bingley Raffles untuk dibawa ke Belanda.

Keraton Yogyakarta pun berupaya merekonstruksi dokumen-dokumen sejarah masa pemerintahan kedua Raja Keraton Yogyakarta melalui pameran bertajuk Sumakala, Dasawarsa Temaram Yogyakarta yang digelar pada 28 Oktober 2022 mendatang hingga akhir Januari 2023 di Keraton Yogyakarta .

"Banyak dokumen sejarah Sri Sultan HB III dan IV yang dibawa Raffles sebagai bahan jarahan pada periode 1796-1822 sehingga keraton kesulitan untuk mendapatkan informasi selama masa pemerintahan tersebut," ujar Kurator Pameran Temaram, Fajar Wijanarko di Yogyakarta, Senin (17/10/2022).

Menurut Fajar, banyak kesulitan yang harus dihadapi tim kurator untuk menggali informasi dan sejarah pemerintahan Sri Sultan HB III dan IV.

Berbagai upaya dilakukan mulai dari menghubungi Pemerintah Inggris maupun Belanda untuk mendapatkan data, informasi, maupun dokumentasi sejarah tersebut.

Tim juga berupaya merekonstruksi busana-busana yang dikenakan para raja dan permaisuri pada masa pemerintahan keduanya.

Menurutnya, hal itu memberikan tantangan tersendiri karena karena Sri Sultan HB IV saat dilantik baru berusia 10 tahun dan menjabat Raja Kasultanan Ngayogyakarta hanya dalam waktu delapan tahun.

Sedangkan Sri Sultan HB III hanya sempat menjabat Raja selama dua tahun lamanya akibat meninggal dunia.

Melalui kerja konfirmasi dan riset, akhirnya Keraton Yogyakarta berhasil merekonstruksi busana-busana para raja dan ratu pada waktu itu.

Riset reprografi juga dilakukan untuk mendapatkan dokumentasi berharga yang akan dipamerkan.

"Hasil rekonstruksi dan reprografi tersebut yang nantinya akan kami pamerkan selain koleksi lainnya meski tidak banyak," tandasnya.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved