Mimbar Legislasi

Komisi D DPRD Bantul Pastikan Tak Ada Sekolah yang Menjual Seragam dan Pungutan

Komisi D DPRD Bantul terus melakukan pemantauan dan memastikan tidak ada sekolah yang melakukan praktik jual beli seragam.

Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Bantul 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Komisi D DPRD Bantul terus melakukan pemantauan dan memastikan tidak ada sekolah yang melakukan praktik jual beli seragam.

Dalam beberapa laporan yang diterima, anggota Komisi D langsung melakukan pelacakan dan didapati bahwa pembelian seragam dilakukan oleh komunitas atau paguyuban orang tua.

Suratman, Ketua Komisi D dari Fraksi PDI Perjuangan memastikan bahwa sekolah-sekolah di Bantul tidak ada yang menjual seragam.

Suratman, Ketua Komisi D dari Fraksi PDI Perjuangan
Suratman, Ketua Komisi D dari Fraksi PDI Perjuangan (Istimewa)

Apalagi larangan itu sudah tertuang dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 di mana pendidik maupun komite sekolah tidak menjual seragam, buku ajar dan lain-lain.

"Yang selama ini terjadi adalah inisiatif dan kesepakatan orang tua. Mereka ingin anak-anaknya bersekolah pakaiannya bagus, seragam. Asal tidak ada jual beli yang diselenggarakan pihak sekolah," ujarnya Rabu (28/9/2022).

Ia menekankan akan ada sanksi tegas jika ada sekolah yang terbukti menjual seragam. Sejauh ini paguyuban orang tua (POT) yang mengakomodasi dalam hal pengadaan seragam. Namun demikian, POT pun juga diminta untuk tidak membebani murid, maupun orang tua wali.

Baca juga: Yogowes Spesial HUT ke-266 Kota Yogyakarta, Ribuan Pesepeda Siap Ambil Bagian

"Syukur-syukur POT melihat jika ada siswa yang tidak mampu membeli seragam baru, bisa membantu untuk iuran, jadi bisa  sambil beribadah," imbuhnya.

Pun demikian, jika ada musyawarah dari orang tua wali, tetap diharapkan dilakukan di luar sekolah. Karena jika dilakukan di sekolah, bisa disalah artikan adanya keterlibatan sekolah.
 
"Kalau ada musyawarah yang baik dari orang tua, maka silahkan saja. Malah kami senang kalau ada seperti itu. Artinya bahwa orang tua murid juga mendukung pendidikan anaknya. Karena kalau melihat kekuatan pendidikan kita, maka perlu dukungan dari semua pihak," ujarnya.  

Hal itu juga mengarah terkait sumbangan ke sekolah. Ia menyatakan bahwa sekolah tidak boleh melakukan pungutan ke orang tua siswa, namun jika ada orang tua yang secara suka rela memberikan sumbangan, hal itu pun tidak dilarang.

Apalagi dari pantauan Komisi D, saat ini masih ada banyak sekolah yang kurang dalam segi sarana prasarana.

"Sumbang menyumbang kita kembalikan ke masyarakat dan orang tua. kami tidak akan memaksakan. Kalau sukarela, silahkan. Tetapi harus dipastikan disitu tidak ada keharusan atau kewajiban, termasuk tidak ditentukan besaran nominalnya," katanya.

Baca juga: Kisah Dua Bocah Asal Purworejo Raih Juara 2 FLS2N Tingkat Nasional Lewat Pantomim

Namun demikian, niat orang tua yang menyumbang pun tidak boleh ada misi tertentu, misalnya agar anak tersebut bisa mendapat perhatian khusus dari sekolah.  

Pendidikan adalah tanggungjawab bersama, antara pemerintah, pemerintah daerah, sekolah dan masyarakat. Menurut Suratman, peran masyarakat atau orang tua murid juga diperlukan untuk kemajuan pendidikan.  

Jika lingkungan sekolah terbangun baik, fasilitas sarana prasarana juga mendukung maka proses belajar mengajar akan jadi lebih baik dan mengentaskan anak-anak yang unggul.  

"Kalau kita pikir (sarana prasarana sekolah) masih kurang. Padahal pendidikan sangat penting sekali, karena pendidikan ini akan membentuk mental, skil anak yang arah kedepannya akan menjadi pemimpin," pungkasnya. (nto) 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved