Berita Jogja Hari Ini
DP3AP2 DIY Catat Ada 654 Kasus Kekerasan Pada Perempuan dan Anak di DI Yogyakarta
Tren kasus kekerasan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Daerah Istimewa Yogyakarta masih berada di atas 600 kasus per tahunnya.
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tren kasus kekerasan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih berada di atas 600 kasus per tahunnya.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY telah mencatat kekerasan kekerasan terhadap perempuan dan anak selama 2015 - 2022 pertengahan.
Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat DP3AP2 DIY, Yohana Santi, mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani di DIY pada 2015 berjumlah 1.497 kasus, dan mulai meningkat pada 2016.
Pada tahun tersebut terdapat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak berjumlah 1.527, dan pada 2017 berjumlah 1.440 kasus, serta pada 2018 menyentuh 1.615 kasus.
Namun pada 2019 tren tersebut terlihat menurun dan hanya sebanyak 1.477 kasus.
Kemudian pada 2020 ada 1.266 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta pada 2021 sebanyak 1.235 kasus.
Baca juga: Mencicipi Kuliner Legendaris di Purworejo: Gurih Manis Dawet Ireng Jembatan Butuh
Sementara itu, selama 1 Januari-30 Juni 2022, pihaknya baru mencatat kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 654 kasus.
"Walau sempat terjadi penurunan kasus pada 2019 sampai saat ini, tetapi kasus itu masih terbilang tinggi. Terlebih selama pandemi Covid-19 kemarin (yang berlangsung pada 2020-2021) ada kemungkinan mereka (korban kekerasan terhadap perempuan dan anak) tidak melaporkan. Karena ada beberapa layanan yang tutup atau ketika dirujuk harus melampirkan swab dan sebagainya," kata Santi kepada Tribunjogja.com, Jumat (16/9/2022) malam.
Dari catatan tersebut, jumlah kasus yang paling sering ditemui terjadi pada usia dewasa.
Rata-rata kasus kekerasan tersebut terjadi berupa kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Sedangkan kasus yang terjadi kepada anak-anak ialah kasus pelecehan seksual oleh orang-orang di sekitar mereka.
Khusus kasus tertinggi kekerasan kekerasan terhadap perempuan dan anak pada 1 Januari-30 Juni 2022, terjadi di Kota Yogyakarta.
Tercatat ada 257 kasus kekerasan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kemudian disusul oleh Kabupaten Bantul sebanyak 169 kasus dan disusul kembali oleh Kabupaten Sleman sebanyak 145 kasus.
Sementara itu di Kabupaten Gunungkidul terdapat 43 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dan di Kabupaten Kulon Progo terdapat 40 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Jenis kasus kekerasan tertinggi yang terjadi berdasarkan data adalah kekerasan seksual dengan jumlah 225 kasus.
Sejauh ini DP3AP2 DIY terus berupaya untuk menekankan angka korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY.
Upaya yang diberikan yakni sosialisasi tentang kekerasan, penyebaran informasi mengenai Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan sosialisasi mengenai perlindungan bagi korban yang terkena pelecehan seksual.
"Artinya kami terus mengingatkan kepada masyarakat bahwa pemerintah hadir memberikan perlindungan dari TPKS itu. Jadi tidak hanya perlindungan Undang-Undang KDRT, Undang-Undang Perlindungan anak maupun lainnya, tetapi ada juga yang terkait dengan kekersan seksual," jelasnya.
Pihaknya juga melakukan sosialisasi kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan menyisir kampus-kampus di DIY.
Selama sosialisasi itu berlangsung, pihaknya berfokus memberikan edukasi mengenai kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender online.
"Karena kasus kekerasan berbasis gender online itu juga marak terjadi. Namun, hanya saja sistem kami kemarin belum mencakup bahwa itu ada di ranah online," imbuhnya.
Pihaknya juga sedang berupaya melakukan pergantian sistem guna mencakup seluruh kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di DIY.
"Maka dari itu, kepada teman-teman mahasiswa mari belajar tentang Undang-Undang TPKS. Kami harap, kita bisa bersama-sama menagani dan mencegah kasus kekerasan itu di DIY. Kami juga berharap teman-teman berani speak up ketika mengalami kekerasan seksual. Sehingga, bisa teratasi atau terselesaikan masalahnya dan kalau berani speak up bisa mencegah terjadinya kasus yang serupa," tambah Santi.
Ia juga berharap kepada seluruh iburumah tangga di DIY untuk menciptakan sebuah rumah tangga yang harmonis.
Baik itu berbagi peran jikalau terjadi sesuatu di dalam rumah tangga mereka.
Baca juga: Kepala DP3AP2 DIY Ajak Masyarakat Deteksi Kerawanan Kekerasan Seksual Pada Anak
Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji, mengatakan, kasus kekerasan perlu diperhatikan.
"Kita ini sudah memiliki komitmen bersama, agar tidak ada lagi kekerasan di DIY. Bukan hanya kekerasan dalam bentuk fisik saja, tetapi dalam pengertian non fisik," ucapnya.
Sebab, kekerasan dalam bentuk fisik di awali dengan kekerasan bentuk verbal.
"Oleh karena itu, mari kita bersama-sama untuk tidak melakukan kekerasan dalam bentuk apapun. Termasuk di dalamnya soal penacabulan dan sebagainya," imbuh Aji.
Dikatakanya, orang yang melakukan sesuatu di luar norma ialah orang yang tidak sensitif terhadap norma. Norma-norma itu tentu harus di sosialisasikan terus.
"Masyarakat harus turut dengan hal itu. Mencegah terhadap aktivitas kekerasan jauh lebih mudah dibandingkan dengan yang sudah terjadi," pinta Aji. (Nei)