Berita Kulon Progo Hari Ini
Cerita Warga di Dusun Kedungrong Kulon Progo Manfaatkan Tenaga Mikro Hidro untuk Pembangkit Listrik
mereka memanfaatkan debit air yang mengalir deras di saluran irigasi Intek Kalibawang sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)
Penulis: Sri Cahyani Putri | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Sri Cahyani Putri Purwaningsih
TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Tenaga listrik menjadi persoalan yang cukup krusial bagi masyarakat.
Namun, tidak bagi masyarakat di Dusun Kedungrong, Kalurahan Purwoharjo, Kapanewon Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo.
Pasalnya, mereka memanfaatkan debit air yang mengalir deras di saluran irigasi Intek Kalibawang sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) untuk tegangan listrik di rumahnya masing-masing.
Baca juga: Temuan Tim Puslabfor Berdasar Tes DNA Mayat Terbakar di Semarang: 100 Persen Kerangka Iwan Budi
Selain memanfaatkan potensi alam yang ada, biaya yang dikeluarkan juga cukup murah dibandingkan menggunakan tenaga listrik dari perusahaan listrik negara (PLN).
Humas Kelompok Pengelolaan PLTMH, Cahyono Adi Nugroho bercerita penggunaan tenaga mikro hidro sebagai pembangkit listrik di Dusun Kedungrong usai dirinya mendapatkan masukan dari dosen Fakultas Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pada 2001 silam, wilayahnya dilanda bencana tanah longsor yang menewaskan tujuh orang warga setempat.
Kebetulan saat itu dirinya sebagai ketua posko penanganan bencana.
Ketika meninjau lokasi bencana, dosen itu menyarankan Cahyono agar mengusulkan pembangkit listrik di Dusun Kedungrong menggunakan tenaga mikro hidro.
Dikarenakan, dia melihat ada saluran irigasi dengan debit air yang cukup besar mengalir di Dusun Kedungrong.
Sehingga berpotensi untuk pengembangan PLTMH di lokasi tersebut.
"Kemudian waktu itu, pas ada reses langsung saya sampaikan untuk pengembangan mikro hidro menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kulon Progo 2001 tapi tidak ada proses," kata Cahyono, Rabu (14/9/2022).
Kemudian, saat dirinya menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kulon Progo pada 2004 lalu, usulan atas kelanjutan pengembangan mikro hidro di wilayahnya kembali ditanyakan.
Namun, tetap belum ada kelanjutan dikarenakan anggarannya tidak mencukupi.
Adapun, pengembangan PLTMH di Dusun Kedungrong membuahkan hasil ketika mendapatkan bantuan dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO).
Pembangunan PLTMH mulai terealisasi mulai 2012 dengan menghabiskan biaya lebih dari Rp 250 juta.
Hingga saat ini, biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan PLTMH bisa sekitar Rp 1 Miliar.
Menurut Cahyono, hadirnya tenaga mikro hidro sangat meringankan warga setempat.
Rata-rata 75 persen penduduk di Dusun Kedungrong sudah memanfaatkan energi terbarukan tersebut.
Sehingga masyarakat memanfaatkan tenaga listrik dari PLN hanya sebagai cadangan.
Hingga saat ini, tegangan yang dihasilkan dari tenaga mikro hidro sudah bisa mengaliri rumah-rumah warga setempat.
Dari total 52 KK di Dusun Kedungrong, ada 50 KK yang sudah memanfaatkan tenaga mikro hidro.
"Jadi tinggal 2 KK yang belum menggunakan PLTMH di rumahnya," ucapnya.
Dilanjutkannya, setiap KK hanya mengeluarkan biaya ongkos sedikitnya Rp 12 ribu untuk iuran penggunaan PLTMH.
Uang dari iuran warga itu digunakan untuk reparasi alat PLTMH jika ada kerusakan.
Sementara, Teknisi PLTMH, R.Widarta menjelaskan cara kerja alat PLTMH.
Pertama, pintu masuk air harus ditutup. Selanjutnya, dilakukan pembersihan sampah baik di pintu masuk air maupun kincir turbin.
Lalu turbin propeler dibuka. Turbin ini berfungsi untuk mengubah energi potensial dan kinetik menjadi energi mekanik.
Dengan cara aliran air yang jatuh menabrak runner turbin.
Kemudian dilakukan pengecekan di alat generator yang berfungsi untuk mengkonversi energi mekanik menjadi energi listrik di medan magnet.
"Karena adanya energi mekanik maka timbullah arus listrik. Setelah itu, dilihat panel control sudah menunjukkan angka 200 atau belum. Jika sudah, pencet tombol berwarna hijau. Ketika nyala, sudah maksimal untuk menggerakkan generator," jelasnya.
Widarta menyebut, tenaga mikro hidro mampu menghasilkan tegangan listrik sebesar 18.000 KWH.
Tenaga listrik bisa digunakan untuk penerangan lampu, menyalakan mesin jahit, setrika, kulkas, menanak nasi bahkan kegiatan pertukangan.
Sehingga oleh masyarakat, tenaga mikro hidro digunakan selama 24 jam dengan menggunakan dua alat generator secara bergantian.
Selain itu, perawatan alatnya juga cukup mudah. Hanya saja yang menjadi kendala, adanya sampah yang terbawa arus sungai kemudian mengendap di pintu masuk air. Sehingga perlu dibersihkan setiap hari secara rutin.
"Kalau (pintu masuk air) kotor tidak bisa nyala. Daya listrik yang dihasilkan menurun. Sehingga penerangan lampu di rumah warga tidak menyala maksimal," ucapnya.
Baca juga: Striker PSS Sleman Boaz Solossa Bertekad Curi Poin di Kandang Persikabo 1973
Dengan demikian, ia berharap adanya bantuan alat berupa stabilizer untuk menstabilkan tegangan listrik.
Purwanti, seorang warga Dusun Kedunggrong mengaku cukup terbantu dengan keberadaan tenaga mikro hidro.
Pasalnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk pembayaran listrik sedikit dibandingkan menggunakan PLN sehingga lebih hemat.
"Bayarnya lebih ringan pakai tenaga mikro hidro ketimbang PLN. Kalau pembayaran listrik pakai PLN bisa Rp 50 ribu sebulan sedangkan mikro hidro cuma Rp 12 ribu sebulan. Bisa untuk setrika, masak dan penerangan lampu," ungkapnya. (scp)