Update Berita Gunung Merapi
Aktivitas Gempa Vulkanik Dalam Gunung Merapi Meningkat Dua Pekan Terakhir, Pertanda Apa?
Dalam laporan mingguan periode 26 Agustus-1 September 2022, Gunung Merapi terpantau mengeluarkan 589 kali Gempa Vulkanik Dalam.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Dalam laporan mingguan periode 26 Agustus-1 September 2022, Gunung Merapi terpantau mengeluarkan 589 kali Gempa Vulkanik Dalam.
Pada laporan mingguan periode 19-25 Agustus 2022, hanya tercatat 176 kali Gempa Vulkanik Dalam pada Gunung Merapi .
Mantan Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi ( BPPTKG ), Subandriyo menjelaskan, itu menjadi sesuatu yang aneh dari hasil pemantauan Gunung Merapi .
Sebab, pada 12-18 Agustus 2022, tidak terlihat adanya Gempa Vulkanik Dalam dan gempa itu ada dengan intensitas yang meningkat di minggu-minggu berikutnya.
Baca juga: UPDATE Gunung Merapi 6 September 2022: Tak Ada Lava Pijar, Terpantau 10 Kali Gempa Guguran
“Ya, daam dua minggu terakhir, jumlah Gempa Vulkanik Dalam bisa lebih dari 100 kali. Ini melebihi gejala awal dalam erupsi 2010. Pada erupsi tahun itu, maksimal Gempa Vulkanik Dalam hanya 80 kali per hari. Itu dua hari menjelang erupsi pertama tanggal 26 Oktober 2010,” terangnya kepada Tribunjogja.com , Rabu (7/9/2022).
Menurutnya, adanya Gempa Vulkanik Dalam yang terjadi dalam kurun waktu lama dan intensitas banyak adalah sesuatu yang tidak pernah dijumpai dalam sejarah pemantauan modern aktivitas Gunung Merapi sejak tahun 1980-an.
Dikatakannya, itu menjadi catatan menarik lantaran sebenarnya Gunung Merapi adalah gunung api aktif tapi aktivitasnya terjadi terus menerus.
Sehingga, gunung yang berdiri di dua provinsi itu acapkali digolongkan sebagai gunung api yang miskin gempa vulkanik.
Subandriyo juga menjelaskan terkait aktivitas Gempa Tremor Nonharmonik yang terpantau dalam pemantauan Gunung Merapi, Rabu (7/9/2022) pukul 06.00-12.00 WIB.
“Munculnya Gempa Tremor Nonharmonik itu sebagai konsekuensi dari aktivitas lanjutan tremor. Asosiasinya berkaitan dengan gerakan fluida magma,” ucapnya.
Lantas, apakah letusan Gunung Merapi bakal lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya?
Subandriyo menjelaskan, letusan Gunung Merapi saat ini belum tentu mencapai seperti letusan di tahun 2010.
Hal ini karena jumlah gempa tidak selalu berasosiasi langsung dengan besarnya erupsi.
Meskipun, salah satu indikasi besarnya erupsi itu ditunjukkan oleh jumlah gempa .
“Tidak, korelasi itu tidak bisa dikatakan kalau gempanya banyak terus erupsinya besar. Pada tahun 2021, jumlah gempa banyak, tapi letusannya tidak besar. Dugaan para ahli memang akan terjadi erupsi besar, eksplosif, tapi saya tidak setuju, karena tidak ada indikasi lain yang mendukung itu,” paparnya.
Ia menekankan, besarnya letusan dapat terlihat dari banyaknya volume gas yang ada di dalam.
Apabila volumenya tinggi, maka bisa saja erupsi akan eksplosif.
“Memang harus dibaca dengan data gas itu. Untuk menentukan sifat erupsi ya yang dilihat unsur gasnya. Indikasi gasnya tinggi atau tidak, itu harus terukur. Bisa ditanyakan ke balai,” terangnya.
Subandriyo mengungkapkan, masyarakat kini tidak perlu panik terlebih dahulu.
Baca juga: Hingga Minggu Siang, Gunung Merapi Tercatat Luncurkan 5 Kali Guguran Lava ke Barat Daya
Namun, aktivitas Gempa Vulkanik Dalam yang meningkat tetap harus dijadikan catatan karena catatan ini belum pernah terjadi di sejarah erupsi Gunung Merapi dalam pemantauan modern.
Dijelaskannya, terkait Kubah Tengah dengan volume 2.772.000 meter kubik, itu sudah mendekati volume kritis dan memang biasanya sudah terjadi longsor. Hanya, sampai saat ini, kubah itu belum longsor.
“Kalau ada dorongan, suplai magma baru sekarang berproses dan akan keluar menyundul kubah yang sudah ada di atasnya. Volume itu sudah mendekati kritis. Penahannya, di lava yang terbentuk tahun 1888 juga sudah bergerak 15 meter dan itu sudah tidak stabil,” bebernya.
Salah satu kekhawatirannya adalah, kubah itu akan runtuh dan muncul kubah lava baru serta gangguan lain.
“Maka, saya sempat usulkan, di lereng barat Merapi, di Kali Senowo dan Kali Trising itu, perlu diadakan pelatihan penanggulangan bencana bagi masyarakat. Sehingga, suatu saat, tiba-tiba mendadak ada runtuhan itu, masyarakat bisa ambil keputusan seperti saat pelatihan. Tidak mungkin lancar jika tanpa pelatihan,” tutupnya. ( Tribunjogja.com )