Pesan Inventor GeNose C19 : Jangan Dijual Dulu Alatnya, Nanti Bisa untuk Deteksi Penyakit Lain
“Jangan dijual dulu. Kami sedang mencoba fungsi lain dari GeNose untuk dijadikan alat diagnostik yang lain, daripada dijual di place market, tinggal
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - GeNose C19 sempat menjadi alat yang populer karena diklaim berhasil mengecek Covid-19 melalui hembusan nafas di tahun 2021.
Akan tetapi, seiring meningkatnya vaksinasi Covid-19 dan syarat perjalanan tak lagi membutuhkan tes negatif virus corona, GeNose tak lagi digunakan.
Imbasnya, ada banyak alat GeNose yang ditawarkan setengah harga di marketplace. Padahal, saat Covid-19 masih gencar terjadi, berbondong-bondong instansi membeli.
Melihat kenyataan itu, Inventor GeNose C19, Prof Dr Eng Kuwat Triyana MSi meminta siapapun yang sudah memiliki GeNose untuk tidak menjualnya terlebih dahulu.
“Jangan dijual dulu. Kami sedang mencoba fungsi lain dari GeNose untuk dijadikan alat diagnostik yang lain, daripada dijual di place market, tinggal update software, maka bisa digunakan untuk deteksi yang lain," ujar Kuwat saat memberikan keterangan pers di Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (22/8/2022).
Baca juga: Mantan Kiper PSIM Yogyakarta, Ivan Febrianto Resmi Berseragam PSDS Deli Serdang
Ia menjelaskan, dalam bidang medis, beberapa mesin GeNose C19 yang ada, saat ini sedang menjalani uji profiling yang segera dilanjutkan untuk uji diagnostik secara noninvasif untuk:
a. deteksi kanker serviks melalui sampel urin pasien (dana internal UGM)
b. deteksi tuberculosis (TB) melalui sampel nafas pasien (hibah matching fund)
c. deteksi sepsis pada neonates melalui sampel feses pasien (usulan pendanaan ke BRIN/LPDP)
d. deteksi jenis bakteri pada ulkus diabetikum (dana internal UGM)
“Nantinya, software kecerdasan buatan yang jadi otak di GeNose C19 ini akan ditambahkan ke dalam sistem yang ada,” terangnya.
Maka, GeNose C19 diproyeksikan bisa untuk mendeteksi keempat hal diatas, setelah hasil riset dipublikasikan ke jurnal internasional bereputasi.
"Kami berharap nanti alat-alat yang sudah tersebar di masyarakat sampai ribuan ini, bisa kita tawarkan untuk donasi, diserahkan ke puskesmas atau layanan kesehatan untuk mencover ke seluruh negeri," ungkapnya.
Akan tetapi, dia belum bisa memastikan kapan GeNose C19 bisa jadi alat untuk mendeteksi virus lain, selain Covid-19.
Sebab, pihaknya masih melakukan penelitian lebih lanjut.
"Validasi baru kita kerjakan, kita akan mendapatkan publikasi yang terpercaya," ungkapnya.
Kuwat mengakui wajar pembeli GeNose akhirnya menjual mesin GeNose yang tidak terpakai.
Menurutnya, mereka belum mengetahui manfaat selain untuk mendeteksi Covid-19.
"Jadi, tim nanti mengembangkan softwarenya itu yang spesifik, itu akan membuat GeNose yang tidak berguna itu untuk deteksi penyakit lain. Kami memberikan gambaran kepada masyarakat luas, jangan dijual dulu, jangan-jangan harganya nanti naik sepuluh kali lipat, bisa juga lho," paparnya.
Tidak hanya itu, Kuwat turut memberikan kesempatan pada masyarakat yang sudah memiliki GeNose untuk menjual kembali ke UGM dengan separuh harga.
Hal ini lantaran mahasiswa di sejumlah fakultas di UGM juga menggunakan GeNose untuk mendeteksi penyakit pada binatang dan tanaman.
“Kalau di Fakultas Pertanian itu, mahasiswa bisa mendeteksi kutu beras dan gandum. Di Kedokteran Hewan, GeNose digunakan untuk mendeteksi infeksi pada mamalia. Uji cobanya dengan kucing,” terang Kuwat.
Menanggapi hal tersebut, Rektor UGM, Prof Ova Emilia menjelaskan, GeNose C19 bisa diproyeksikan untuk mendeteksi kanker serviks dan tentunya bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Baca juga: Bupati Sleman Usulkan Ada Jalur Wisata Sepeda di Jalan Tol Yogya-Bawen di Seyegan
Ia menilai, selama ini, banyak perempuan kesulitan untuk mendeteksi adanya kanker serviks lantaran harus menggunakan sampel getah di dalam alat kelamin.
Untuk mendapatkan sampel getah itu juga tidak mudah dan membuat perempuan tidak nyaman.
Maka, tidak dapat dipungkiri, dengan metode seperti itu, deteksi dini kanker serviks belum bisa optimal.
"Ini kita mencari cara menggunakan air seni untuk lebih mudah dan cepat dan murah. Kita harapkan merupakan terobosan sehingga skrining kanker leher rahim itu dapat dilakukan di layanan primer, tidak perlu pemeriksaan lebih tinggi, hanya pada kasus yang perlu rujukan, konfirmasi. Akan sangat bermanfaat," ungkapnya. (Ard)