Berita Kriminal Hari Ini
Penasihat Hukum Terdakwa Kasus Penganiayaan di Gedongkuning Beberkan Ini Seusai Sidang Eksepsi
Sidang eksepsi para terdakwa kasus penganiayaan pelajar di Yogyakarta inisial DA (18) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Selasa (5/7/2022)
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sidang eksepsi para terdakwa kasus penganiayaan pelajar di Yogyakarta inisial DA (18) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Selasa (5/7/2022).
Beberapa tim penasihat hukum para terdakwa meng-counter dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada para terdakwa.
Perlu diketahui, para terdakwa dalam kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan DA, di Gedongkuning, Kotadege, Minggu (3/4/2022) silam adalah RNS (19), FAS (18), MMA (21), HAA, dan AMH.
Untuk HAA dan AMH dalam sidang dakwaan satu pekan yang lalu sebagai saksi, namun dilakukan penuntutan dalam perkara terpisah.
Baca juga: Eks Mataram Utama FC Harry Kusuma Silaban Ungkapkan Dirinya Sempat Ingin Menyerah Jadi Pesepakbola
Tim Advokasi HAA dan AMH Yogi Zul Fadli mengatakan, pihaknya menilai dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dibuat secara cermat.
Dalam hal ini, JPU menjerat para terdakwa dengan tiga pasal alternatif yakni Pasal 170 Ayat (2) ke-3 KUHP. Atau kedua, Pasal 353 Ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Atau ketiga, Pasal 351 Ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Jaksa tidak menguraikan unsur-unsur pasal, tidak lengkap dan jelas. Itu menunjukan jaksa lalai, menunjukan jaksa ada ketidakyakinan bahwa terdakwa ini pelaku sesungguhnya," kata Yogi, di PN Yogyakarta, Selasa siang.
Yogi meyakini kliennya bukan pelaku sebenarnya, sebab dari analisanya saat kejadian dugaan penganiayaan itu berlangsung, kliennya tidak berada di TKP Gedongkuning, Kotagede.
"Itu yang menjadi materi eksepsi. Yang kedua kami cermati jika dakwaan itu copy paste antara dakwaan satu, dua dan tiga. Konteks copy paste ini secara hukum salah," ungkapnya.
Hal ketiga, disampaikan Yogi, saat terdakwa HAA dan AMH menjalani proses penyidikan di kepolisian, mereka tidak didampingi oleh penasihat hukum.
Konteks tidak adanya pendampingan ini dinilai olehnya bertentangan dengan Pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Tidak didampinginya dia (klien) saat penyidikan di Polsek seharusnya dakwaan batal di mata hukum. Kami minta hakim mengabulkan eksepsi kami, kami minta hakim menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum. Kami minta terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan, dan kami minta hakim kembalikan nama baik terdakwa, harkat dan martabatnya," tegas Yogi.
Sejumlah bukti pendukung untuk sidang pembuktikan jika terdakwa bukanlah pelaku sesungguhnya dalam kasus ini telah disiapkan oleh timnya.
Bukti-bukti itu akan dibuka saat persidangan selanjutnya digelar.
Baca juga: Siap Gelar PTM Penuh pada Ajaran Baru, SMPN 1 Mungkid Tinggal Tunggu Instruksi Pemda
Tim penasihat hukum RNS Arsiko Daniwidho Aldebarent dan kawan-kawan, seusai sidang eksepsi juga menyampaikan bantahan yang sama.
"Kami tetap yakin terdakwa bukan pelaku yang sebenarnya. Kami meyakini ada salah tangkap," katamya.
Dia menegaskan, pada intinya peristiwa di Gedongkuning yang menewaskan pelajar DA tidak ada kaitannya dengan perang sarung di kawasan Druwo, Bantul.
"Itu beda tempat dan jamnya sama. Jadi enggak mungkin terdakwa di tempat a tiba-tiba muncul di tempat b," pungkasnya. (hda)