BEBAN 60 Kg di Punggung Nenek 75 Tahun di Pasar Beringharjo

Adalah Mbok Ponijem, buruh gendong asal Kulon Progo yang telah menekuni usaha tersebut sejak tahun 1997 di pasar tradisional terbesar di Jogja itu.

Editor: Joko Widiyarso
Tribun Jogja/ Neti Istimewa Rukmana
Suasana tampilan baru Fasad Pasar Beringharjo Yogyakarta, Senin (23/5/2022) siang. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Beban 60 kilogram di punggung tidak tampak berat bagi nenek berusia 75 tahun itu di Pasar Beringharjo Kota Yogyakarta.

Adalah Mbok Ponijem, buruh gendong asal Kulon Progo yang telah menekuni usaha tersebut sejak tahun 1997 di pasar tradisional terbesar di Jogja itu.

Sesekali ia menawarkan jasanya kepada wisatawan yang membeli barang di Pasar Beringharjo.

"Jasa gendongnya Bu, Pak," katanya, saat melihat wisatawan yang melintas di depannya membawa banyak barang belanjaan.

Sehari-hari dia duduk di lantai dua Pasar Beringharjo, tepat di antara Blok III dan Blok IV, sembari menanti para wisatawan menggunakan jasanya.

Mbok Ponijem (75), satu di antara pekerja jasa buruh gendong barang di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta, Rabu (1/6/2022) siang.
Mbok Ponijem (75), satu di antara pekerja jasa buruh gendong barang di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta, Rabu (1/6/2022) siang. (TRIBUNJOGJA.COM / Neti Istimewa Rukmana)

Siapa sangka, di usianya itu masih mampu mengangkat beban 60 kilogram.

"Kadang ada orang yang minta bawakan barang dengan berat 100 kilogram," paparnya.

“Tapi, karena barang itu terlalu berat dan saya tidak kuat, jadi saya pakai gerobak sorong.

“Nanti ketika di tangga, saya angkat barangnya dan lanjut lagi bawa barang itu pakai gerobak sorong.

Harga jasa yang ditawarkannya pun beragam, mulai dari Rp5.000 - Rp10.000.

Harga tersebut, ia patok berdasarkan jarak tempuhnya.

Dalam sehari dia mampu menerima lima orang yang menggunakan jasanya tersebut.

"Tapi pernah sehari tidak ada pemasukan sama sekali. Apalagi waktu pandemi Covid-19, selama sebulan saya tidak membuka jasa gendong barang di Pasar Beringharjo," ujarnya.

Walau demikian, katanya hal itu tetap harus dilakukannya dengan ikhlas dan sabar.

Usaha tersebut, ia jalankan setiap hari, sejak pukul 09.00 - 16.00 WIB.

Maka dari itu, setiap hari Mbok Ponijem harus berangkat menggunakan transportasi umum yakni mini bus dengan keberangkatan dari Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo.

Sehingga setiap hari, dikatakannya membutuhkan uang sebesar Rp20.000.

Imbuhnya, uang itu digunakan untuk perjalanan pulang dan pergi.

"Uang itu belum termasuk untuk makan. Tapi, kadang ada yang ngasih makanan jadi saya tidak perlu mengeluarkan uang lagi," jelasnya.

Kendati demikian, usaha yang ditekuninya pernah dikekang oleh anaknya.

"Anak saya pernah menyuruh saya untuk tinggal di rumah saja. Tidak usah ke mana-mana. Tapi, saya tidak mau. Karena kalau saya kerja bisa ketemu sama teman-teman yang lain juga," pungkasnya.

Buka sampai malam

Pintu masuk Barat Pasar Beringharjo berubah warna putih persis seperti era kolonial, Rabu (25/5/2022)
Pintu masuk Barat Pasar Beringharjo berubah warna putih persis seperti era kolonial, Rabu (25/5/2022) (TRIBUNJOGJA.COM / Miftahul Huda)

Sementara itu, perpanjangan jam operasional Pasar Beringharjo , Kota Yogyakarta mendapat respons positif dari pelaku usaha.

Kebijakan tersebut, dinilai sebagai dorongan nyata terhadap pemulihan perekonomian para pedagang, setelah lebih dari dua tahun terdampak pandemi.

Ketua Paguyuban Pedagang Beringharjo Barat, Bintoro, mengatakan, momentum perbaikan sejatinya sudah terlihat sejak libur lebaran silam.

Dengan ditambah perpanjangan jam operasional hingga pukul 21.00, para pedagang kini semakin leluasa 'golek ijol', usai dipaksa mati suri.

"Jadi, tentu kita menyambut baik ketika Pemkot Yogyakarta kembali mengizinkan Pasar Beringharjo buka sampai malam, karena itu harapan pedagang," ujarnya, Rabu (1/6/2022).

Benar saja, dalam berbagai kesempatan, pihaknya selalu mendorong eksekutif agar menerapkan kebijakan tersebut.

Bukan tanpa alasan, Teras Malioboro I yang lokasinya tepat berada di depan pintu barat Pasar Beringharjo sejak awal beroperasi, sudah diizinkan buka sampai malam.

"Makanya, kalau Teras Malioboro bisa buka sampai malam, kenapa Beringharjo tidak bisa?" katanya

“Itu perbandingan yang kami pakai, ya, agar pemerintah juga mengizinkan Pasar Beringharjo kembali beroperasi sampai malam hari.

Dibarengi dengan beberapa long weekend yang banyak muncul sepanjang April dan Mei lalu, kebijakan buka malam ini pun langsung memberikan dampak nyata untuk pelaku usaha.

Omzet yang didapatnya otomatis melonjak cukup signifikan, hingga mendekati masa-masa normal.

"Ya, buka sampai malam jelas berdampak, karena banyak wisatawan yang datang ke Malioboro kan baru malam hari, siangnya mereka jalan-jalan ke destinasi wisata. Jadi, tentu ada peningkatan omzet, 75-100 persen," jelasnya.

Sementara itu, pedagang Pasar Beringharjo lainnya, Noor Akbar, berharap kebijakan tersebut bisa ditetapkan, supaya kelangsungannya terjaga.

Menurutnya, saat ini merupakan momentum tepat bagi para pelaku usaha untuk meraup keuntungan, usai melalui periode-periode suram.

Terlebih, penataan Malioboro yang telah dilakukan secara masif oleh pemerintah daerah harus diimbangi pula dengan kebijakan-kebijakan yang lebih longgar soal perekonomian.

Sehingga, tambahnya, dampak dari penataan itu dapat dirasakan secara langsung oleh warga masyarakat.

"Harapannya bisa terus dilanjutkan lah, karena ini kan istilahnya untuk mengganti masa-masa sepi kemarin, ya, seperti saat puncak Covid-19, atau bulan puasa, itu sepi banget. Kita pengin golek ijol," kata Akbar. ( Tribunjogja.com/nei/aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved