Isu Politik Identitas Mulai Merebak Jelang Pemilu 2024, Nalar Kebhinnekaan Perlu Dirawat
Sebagai bentuk antisipasi berkembangnya intoleransi dan politik identitas yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Lembaga
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Persoalan intoleransi masih kerap muncul mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia yang memiliki keragaman suku, ras, golongan maupun agama.
Seiring menghangatnya suhu politik jelang Pilpres 2024, sudah mulai nampak hembusan isu politik identitas yang memicu intoleransi dan mengancam kebhinnekaan.
Sebagai bentuk antisipasi berkembangnya intoleransi dan politik identitas yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Lembaga Constitutional Law Study (CLS), menggelar dialog kritis dengan tema ‘Indonesia Kita: Merawat Nalar Keberagaman, Memperkokoh Kebhinnekaan’.
Diskusi tersebut digelar di Kafe Arrasah Kopi Madumurti, Patangpuluhan, Wirobrajan, Kota Yogyakarta, Sabtu (28/05/2022) siang.
Dialog juga dihadiri sedikitnya 50 mahasiswa perwakilan dari berbagai organisasi daerah di Yogyakarta.
Direktur CLS, Abdul Haris Nepe mengungkapkan, meskipun Pilpres atau Pemilu 2024 masih jauh, tapi isu-isu politik identitas sudah mulai muncul, terutama di media sosial.
Baca juga: Para Carik di Bantul Ikut Berkiprah Memajukan Ekonomi di Kalurahan
Hal itu menurutnya dibarengi dengan mencuatnya praktik-praktik intoleransi di tengah masyarakat.
Meski kecenderungannya masih sporadis di berbagai daerah, tetapi hal itu cukup mengkhawatirkan.
“Apabila fenomena ini tidak dibendung, dikhawatirkan akan menumbuhkan akar konflik yang berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. Nalar Kebhinnekaan ini perlu terus dirawat. Sebab nalar atau persepsi inilah yang sesungguhnya bisa merubah sikap masyarakat,” kata Haris.
Ia mengungkapkan, bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan.
Oleh karenanya, kata dia, jika menjadikan perbedaan sebagai akar konflik, maka sudah menafikkan ketetapan-ketetapan Tuhan.
“Perbedaan itu sunatullah atau sudah menjadi ketetapan Tuhan,” tandasnya.
Mahasiswa Ilmu Hukum Tatanegara Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta ini menjelaskan, dialog kritis yang dihelat CLS bertujuan untuk menjaring gagasan-gasan tentang keberagaman dan kebhinnekaan.
“CLS yang concern dalam studi hukum tata negara ini memang baru satu tahun berdiri, anggotanya mahasiswa dari berbagai daerah, dan lintas iman,” terangnya.