Berita Papua
Berita Papua: Bahas DOB, Presiden Joko Widodo Bertemu Perwakilan MRP: Reaksi Timotius Murib
Timotius Murib pun menyesalkan pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan sejumlah perwakilan MRP yang membahas soal DOB Papua
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM - Sejumlah perwakilan Majelis Rakyat Papua (MRP) bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/5/2022) dan membahas seputar daerah otonomi baru (DOB) Papua.
Pertemuan antara Presiden Jokowi dan sejumlah perwakilan MRP itu menuai reaksi dari Ketua MRP Timotius Murib.
Pasalnya, Timotius Murib menganggap pertemuan itu tanpa undangan resmi dan tidak ada jalur mekanisme lembaga.
Timotius Murib pun menyesalkan pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan sejumlah perwakilan MRP tersebut.
Menurut dia, kehadiran sejumlah orang tersebut bukan atas seizin dan sepengetahuan pimpinan MRP.
Ia juga menegaskan bahwa Istana maupun Jokowi tidak pernah mengundang MRP untuk melakukan pertemuan hari ini.
"Iya, tidak ada undangan resmi," kata Timotius kepada Kompas.com.
"Mereka benar-benar diam-diam tanpa melalui mekanisme lembaga," imbuhnya.
Ia menegaskan bahwa pertemuan hari ini tidak mewakili lembaga yang menjadi representasi orang asli Papua (OAP) itu.
Menurut dia, surat perintah tugas dan surat perintah perjalanan dinas tidak pernah diterbitkan.
“Mungkin mereka mewakili kalangan mereka sendiri," ujarnya.
Aspirasi warga Papua
Terpisah, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw yang mewakili rombongan menyatakan bahwa pihaknya mengapresiasi pertemuan dengan Presiden Jokowi yang membahas soal daerah otonomi baru (DOB) Papua itu.
"Pertama kami sampaikan apresiasi dan terima kasih banyak kepada Bapak Presiden, atas permintaan kami untuk audiensi hari ini diterima dengan baik oleh Bapak Presiden untuk mengklarifikasi mengenai simpang siurnya informasi mengenai penerapan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan di dalamnya adalah daerah otonomi baru, khusus untuk di Provinsi Papua, ada DOB Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah, dan Papua Tengah," kata Mathius dalam keterangan tertulis Sekretariat Presiden.
Ia mengeklaim bahwa rencana pembentukan DOB merupakan aspirasi murni warga Papua yang telah lama diperjuangkan. Papua Selatan misalnya, disebutnya telah diperjuangkan selama 20 tahun.
"Jadi ini bukan hal yang baru muncul tiba-tiba. Tapi ini adalah aspirasi murni, baik dari Papua Selatan maupun Tabi, Saereri, juga La Pago dan Mee Pago," imbuhnya
Uji materi UU Otsus
Timotius mengatakan, saat ini tiga pimpinan MRPT tengah mengajukan uji materiil terhadap revisi kedua UU Otsus ke Mahkamah Konstitusi. Proses persidangan pun masih berlangsung.
Selain itu, pimpinan MRP beberapa waktu lalu juga telah bertemu dengan Presiden Jokowi dan sejumlah menteri serta pimpinan partai politik, untuk menyampaikan aspirasi penolakan revisi kedua UU Otsus dan pemekaran wilayah.
Menurut Timotius, persetujuan anggotanya terhadap kebijakan politik Jakarta hari ini tidak sah dan bukan merupakan sikap resmi MRP.
"MRP sangat sesalkan pihak Istana yang memanfaatkan kebaikan Jokowi untuk kepentingan kelompok," kata Timotius.
"Kami sudah minta Jokowi bahwa untuk mengundang MRP itu harus pimpinan, bukan anggota, kecuali anggota itu mendapatkan mandat dari pimpinan," tegasnya.
Penolakan MRP terhadap pemekaran
Pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan MRP juga pernah dilakukan pada April lalu. Delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) bertemu Presiden di Istana Merdeka, Senin (25/4/2022).
Dalam pertemuan ini, MRP mengaku menyampaikan aspirasinya selama ini yaitu menolak rencana pemekaran provinsi di Papua.
Penolakan ini bukan hanya aspirasi MRP semata sebagai lembaga representasi kultural, melainkan juga orang asli Papua (OAP).
“Masyarakat OAP melakukan aksi penolakan dengan demo, disampaikan kepada pemerintah pusat. Itu juga sudah kami sampaikan ke Bapak Presiden,” ujar Ketua MRP Timotius Murib dalam diskusi daring yang dihelat Public Virtue Institute, Rabu (27/4/2022).
Sebelumnya DPR RI sudah mengesahkan rencana pembentukan 3 provinsi di Papua, yaitu Pegunungan Tengah, Papua Tengah, dan Papua Selatan, sebagai 3 rancangan undang-undang (RUU) inisiatif parlemen.
Terlebih, rencana pemekaran ini ditempuh DPR dengan mengutak-atik mekanisme, diawali dengan revisi kedua atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat.
Melalui revisi kedua itu, DPR menetapkan bahwa pemekaran wilayah di Bumi Cenderawasih bisa dilakukan sepihak oleh Jakarta, dari yang sebelumnya harus atas persetujuan MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Sudah begitu, revisi kedua yang dilakukan berkenaan dengan habisnya periode pertama otonomi khusus (otsus) itu tanpa partisipasi yang berarti dari orang Papua.
“Artinya 3 Rancangan Undang-undang Daerah Otonomi Baru yang ditetapkan DPR adalah mekanisme yang salah, tidak mengikuti mekanisme. Oleh karenanya MRP minta kepada Bapak Presiden untuk segera tunda,” jelas Timotius.
Ia mengaku juga menyampaikan kepada Jokowi bahwa tidak ada urgensi pemekaran wilayah di Papua, apalagi jika dikait-kaitkan dengan cita-cita pemerataan ekonomi dan kesejahteraan.
Terlebih, Indonesia sebetulnya masih melakukan moratorium pemekaran wilayah/daerah otonom baru (DOB).
“Kita lihat 28 kabupaten dan kota di Provinsi Papua, ada PAD (pendapatan asli daerah) tidak? Kecuali Mimika karena di sana ada Freeport,” ujar dia.
“Kemudian soal sumber daya manusia. Kalau pemekaran jadi, jaminan hukum apa orang Papua dikasih kerja, dikasih sejahtera? Partisipasi orang asli Papua dalam pemekaran itu seperti apa, jaminan hukumnya apa, tidak jelas, tidak diatur, kemudian (Jakarta) menggebu-gebu melakukan pemekaran,” ungkap Timotius.
(*/)
Artikel tayang di https://nasional.kompas.com/read/2022/05/20/jokowi-disebut-diam-diam-undang-anggota-mrp-di-istana-bogor-hari-ini?page=all#page2
