Guru Besar UGM Kampanyekan Membangun Kedaulatan Bangsa dalam Pewarna Alami
Edia menjelaskan bahwa pewarna alami telah digunakan sejak awal peradaban manusia. Saat ini pewarna alami kembali banyak digunakan di industri makanan
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Kurniatul Hidayah
Untuk saat ini, kurang lebih ada 150 jenis pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi.
"Sumber bahan baku pewarna alami di Indonesia luar biasa melimpah. Namun begitu, saat ini pemanfaatannya masih sangat terbatas hanya oleh beberapa pengrajin batik, jumputan, ulos, tenun, dan kerajinan lainnya,"ungkap ketua Indonesia Natural Dye Institute (INDI) UGM ini.
Edia mengatakan Indonesia memiliki potensi, prospek, dan peluang pewarna alami yang sangat besar. Namun, pada kenyataanya kondisi yang ada kontras dengan produksi dan aplikasi pewarna alami di Indonesia.
Apabila mendengar kata pewarna alami biasanya yang muncul dalam benak kita berkaitan dengan tradisional, sederhana, kecil, berkualitas rendah, tidak praktis, sulit diperoleh, dan sebagainya.
Lebih lanjut Edia menyampaikan banyak tantangan hilirisasi hasil penelitian menjadi produk komersial dan teraplikasikan dalam masyarakat.
Kondisi ini sering diilustrasikan dengan adanya lembah kematian yang memisahkan antara hasil penelitian dan produk komersil.
Untuk menyeberangi lembah kematian tersebut diperlukan kerjasama mutualistik dari berbagai pihak, yaitu akademisi, komunitas wirausaha, pengusaha, dan pemerintah.
Selain empat elemen tersebut, pada saat ini keberadaan media juga sangat berperan dalam usaha hilirisasi hasil penelitian menjadi produk komersial.
Sinergi pentahelik sangat diperlukan untuk dapat melewati “valley of death” tersebut.
Usaha yang perlu dilakukan dalam sinergi tersebut mencakup pembangunan rantai pasok dari hulu sampai hilir, memperkuat kerjasama mutualistik antara produsen, konsumen, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat, dan membangun kesadaran penggunaan kembali pewarna alami.
Baca juga: UPDATE Covid-19 DI Yogyakarta 14 Mei 2022: Tambah 7 Kasus Baru, 1 Pasien Dilaporkan Meninggal
Lalu, akselerasi penggunaan pewarna alami sebagai produk berbasis kearifan lokal, kompetitif, dan berkelanjutan, dan kebijakan untuk mengarusutamakan penggunaan pewarna alami di dalam negeri dan mengurangi impor pewarna sintetis yang sangat besar sampai saat ini.
Dengan demikian Indonesia tidak lagi menjadi pasar pewarna sintetis yang sebenarnya telah dilarang penggunaannya sejak tahun 1994 karena bersifat karsinogen.
Selanjutnya cita-cita mulia terbangunnya generasi sehat dan kedaulatan bangsa dalam pewarna alami dapat terwujud.
Untuk menghidupkan lagi pewarna alami UGM mendirikan Institut Pewarna Alami Indonesia atau Indonesia Natural Dye Institute Universitas Gadjah Mada yang selanjutnya disebut dengan INDI-UGM merupakan grup riset multidisiplin dalam bidang pewarna alami di UGM.
Beberapa penelitan telah dilakukan sejak tahun 2003 yakni budidaya tanaman, teknologi produksi, teknologi aplikasi pewarnaan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pada tahun 2021 INDI UGM memantapkan kelembagaanya dengan menjadi Pusat Unggulan IPTEKS Perguruan Tinggi Orientasi Produk (PUI-PTOP) Pewarna Alami di Indonesia. (Rls)