FGD Bahas Status Jakarta Setelah Pindah IKN, Golkar Libatkan Mantan Menteri Otonomi
Diskusi menghadirkan sejumlah pakar di bidangnya dari akademisi, birokrat hingga legislatif
TRIBUNJOGJA.COM - Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan Timur sudah disahkan undang-undang. Kini muncul pertanyaan bagaimana bentuk pemerintahan di Jakarta setelahnya?
Apakah akan sama seperti provinsi lain, hal mana terdapat otonomi di tingkat kabupaten/kota? Muncul gagasan menjadikan Batavia sebagai kota bisnis dan kota pendidikan.
Aneka gagasan bermunculan pada diskusi kelompok atau focus group discussion (FGD) bertema “Bagaimana Sistem Pemerintahan DKI Jakarta Setelah Tidak Lagi Menjadi Ibu Kota Negara dalam Perspektif Ahli?” yang diselenggarakan Dewan Pembina Partai (DPD) Partai Golkar DKI Jakarta Bersama Warta Kota – Tribun Network, di Menteng Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Baca juga: DPD Golkar DIY Bakal Gelar Semaan Alquran untuk Dukungan Doa Airlangga Hartarto Maju Capres 2024
Diskusi menghadirkan sejumlah pakar di bidangnya dari akademisi, birokrat hingga legislatif. Pembicara yang hadir di kantor DPD Golkar DKI adalah mantan Menteri Otonomi Dearah/mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Prof M Ryaas Rasyid, Guru Besar IPDN Prof Sadu Wasistiono, dan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia. Ketua DPD Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar sebagai keynote speaker.
Hadir pula dari pihak legislatif yakni Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono, Sekretaris I Fraksi PKS Mohammad Taufik Zoelkifli, dan Ketua fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Rani Mauliani, dan Ketua fraksi PSI Idris Ahmad.
Prof Ryaas Rasyid yang menjabat Ketua Dewan Penasihat Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) mengatakan, keputusan pemerintah pusat itu akan berimplikasi pada usia aparatur sipil negara (ASN) yang lebih panjang.
Dia menganggap, ASN tidak akan mengalami stress, seperti halnya Jakarta, yang kental dengan nuansa kemacetan dan demonstrasi terhadap kebijakan pemerintah.
Pasalnya, lokasi IKN Nusantara di Kalimantan Timur masih sangat sepi karena berawal dari hutan. Di sisi lain, jumlah penduduk di sana juga masih sangat sedikit dibanding Provinsi Jakarta yang mencapai 10,6 juta orang.
“Di sana tuh pusat pemerintahan, biar tenang gitu loh. Sepi, tenang bisa konsentrasi pikiran, tidak macet di jalan dan umur panjang di sana. Orang-orang pemerintahan tidak akan terganggu demonstrasi karena penduduknya sedikit,” kata Prof Ryaas, mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof Sadu Wasistiono menilai berpindahnya salah satu fungsi utama Kota Jakarta sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan nasional, membawa konsekuensi perlunya perubahan nama DKI Jakarta.
"Salah satu alternatif nama yang disarankan adalah Daerah Khusus Provinsi (DKP) Jakarta. Kekhususan yang dimiliki oleh Kota Jakarta adalah sebagai pusat bisnis nasional, pusat keuangan dan perbankan skala nasional, pusat lembaga-lembaga internasional, dan fungsi-fungsi spesifik lainnya," kata Sadu.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI telah menandatangani UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) pada 15 Februari 2022 lalu. Artinya IKN di Indonesia dipindah, tidak lagi di Provinsi DKI Jakarta tapi di Provinsi Kalimantan Timur.
Ahmad Doli Kurnia mengatakan ketika Jakarta sudah tidak menyandang status sebagai ibu kota, Jakarta tidak akan kekurangan apapun. Bahkan memiliki peluang untuk kembali menata yang sebelumnya belum dimaksimalkan.
"Saya kira ketika Ibu Kota pindah ke Nusantara, Jakarta tidak kekurangan apa pun. Bahkan kita punya peluang untuk menata kembali Jakarta jadi lebih baik dari hal-hal yang selama ini dianggap belum baik," kata Doli.
Jakarta hanya kehilangan status ibu kotanya, namun kekhususan daerahnya tidak akan pernah hilang.