Berita Bantul Hari Ini

Kisah Sarjono, Pande Besi di Bantul yang Butuh Generasi Penerus Agar Tak Hilang Tergerus Modernisasi

Denting suara besi bertalu-talu terdengar di sudut Jalan Pasar Jodog, Kalurahan Gilangharjo, Kapanewon Pandak. Tiga orang pria dengan peluh mengucur

Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/ Santo Ari
Sarjono (tengah) bersama dua rekannya sedang menempa besi 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Denting suara Besi bertalu-talu terdengar di sudut Jalan Pasar Jodog, Kalurahan Gilangharjo, Kapanewon Pandak.

Tiga orang pria dengan peluh mengucur di seluruh tubuh bergantian memukul lempengan Besi yang merah membara.

Teriknya matahari di tambah bara tungku yang panas tidak menyurutkan Sarjono, seorang Pande besi dalam menempa alat pertanian dan pertukangan.

Baca juga: Tokoh Lintas Agama DI Yogyakarta Dukung SE Menag tentang Pengaturan Pengeras Suara Masjid

Sarjono (60) adalah salah satu Pande besi yang masih eksis di Kalurahan Gilarangharjo di tengah gempuran modernisasi.

Ia bersama rekan-rekannya tetap menekuni usaha ini dengan alat yang masih tradisional.  

Dari tangannya, ia bisa membuat berbagai alat seperti pisau, parang, terutama cangkul, bendo, arit dan cengkrong yang menjadi ikon kampung tersebut.

Sarjono adalah keturunan kelima dari Pande besi di silsilah keluarganya.

Keluarganya sudah menekuni Pande besi sejak 1927, Ia sendiri sudah menempa sejak tahun 2000 silam.

Sejak ia mulai bergelut menempa Besi , Sarjono mengakui bahwa tak ada kendala berarti yang ia alami, baik itu pemasaran, pembuatan ataupun ketersediaan bahan baku.  

"Kendalanya cuma satu, tidak ada penerus, jadi kekurangan tenaga kerja," ujarnya.

Bagi Sarjono, usahanya ini adalah upaya untuk melestarikan dan mempertahankan ketradisionalan Pande besi.

Ia pun menyayangkan bahwa saat ini generasi muda jarang melirik usaha Pande besi .
 
"Anaknya mau, tapi kebetulan perempuan semua. Pokoknya nasibnya terserah Tuhan, embuh piye (tidak tahu bagaimana)," imbuh bapak tiga anak ini.  

Dalam kesempatan itu, Sarjono mengungkapkan bahwa pekerjaan Pande besi sebenarnya tidak terpengaruh musim.

Setiap hari dirinya akan terus menempa besi, meski diakuinya ada musim di mana produknya akan laku keras.  

"Tetap bikin, agar ketika musim laku nanti tidak kewalahan, karena kita tidak bisa memproduksi dengan cepat dan banyak," ucapnya.

Menurutnya, hasil produknya akan laris menjelang musim penghujan dan musim tanam padi.

Selain itu ada musim yang dulu tidak ada namun kini ada dan membuat permintaannya semakin banyak, yakni ketika petani bawang merah akan mulai menanam.  

Baca juga: Anggota Aprindo Dilarang Berikan Syarat untuk Pembelian Minyak Goreng Meski Stok Terbatas

Untuk pemasaran, hasil kerajinannya hanya dijual di toko kecil di depan rumahnya.

"Jadi konsumen datang ke sini, sedikti demi sedikit lewat online juga ada. Tapi pembeli online juga banyak yang datang ke sini untuk melihat proses pembuatannya," terangnya.

Adapun sebagai contoh, sebuah cangkul dijualnya dari harga Rp 100 ribu sampai Rp 300 ribu.

Semakin mahal atau disebutnya berkualitas super, maka cangkulnya akan semakin tajam. Untuk bentuk dan ukuran tetap sama.

Untuk arit dijualnya seharga Rp 75 ribu sampai 150 Ribu dan bendo antara Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu. (nto)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved