Berita Bisnis Terkini
Jamu Gendong Gesikan Laris Manis saat Pandemi
Sebelumnya para peracik jamu berkeliling hanya membawa 10 - 12 liter kini meningkat menjadi 12-15 liter setiap hari.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Penjualan jamu gendong asal Gesikan, Kalurahan Merdikorejo, Kapanewon Tempel, Sleman, Yogyakarta laris manis saat pandemi Coronavirus Disease-2019 ( Covid-19 ).
Pasalnya, minuman alami dari bahan rempah-rempah ini diyakini berkhasiat bagi kesehatan tubuh.
Alhasil banyak masyarakat yang memburu untuk membeli.
"Alhamdulillah, karena jamu sangat penting bagi kesehatan selama pandemi ini penjualan meningkat," kata Ketua Paguyuban Jamu Gendong Bima Sejahtera Gesikan , Jumat (18/2/2022).
Baca juga: Mengunjungi Sentra Jamu Gendong Gesikan, Surga Pecinta Jamu Tradisional
Di Dusun Gesikan sendiri merupakan sentra Jamu Gendong.
Ada 30an orang yang hampir setiap hari membuat jamu tradisional. Jamu tersebut kemudian dipasarkan keliling ke penjuru wilayah Kapanewon, Tempel, Sleman, Turi hingga Magelang, Jawa Tengah.
Sarjana mengatakan, di masa pandemi Covid-19 ini ada peningkatan penjualan jamu di lapangan.
Misalnya, dari sebelumnya para peracik jamu berkeliling hanya membawa 10 - 12 liter kini meningkat menjadi 12-15 liter.
Ia tidak tahu pasti penyebabnya.
Namun diyakini karena jamu dipercaya berkhasiat bagi kesehatan tubuh.
"Selama pandemi ini meningkat karena mungkin sangat cocok untuk meningkatkan imunitas," kata Sarjana.
Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Sentra Jamu Gendong Gesikan Sleman
Penghasilan yang didapat para perajin jamu bervariasi.
Ada yang pulang membawa uang Rp 100.000 hingga Rp 300.000.
Seorang perajin Jamu di Gesikan, Apriyanti berharap jamu tradisional sebagai warisan leluhur di Indonesia tetap eksis.
Semakin banyak peminatnya di masyarakat, terutama anak-anak muda, sehingga berdampak pada kesejahteraan para perajin jamu.
Ia sendiri sudah menggeluti usaha jamu tradisional sejak 8 tahun silam.
"Awalnya memang sulit ya. Karena istilahnya harus babat mencari langganan, rajin menawarkan jamu. Tapi, sekarang alhamdulillah sudah banyak langganan," kata dia.
Baca juga: Kunjungi Sentra Jamu Gendong Sleman, Menparekraf Diajak Emak-emak Numbuk Jamu
Apriyanti mengungkapkan, jamu tradisional olahannya biasanya dijajakan keliling di seputar Kapanewon Tempel hingga Sleman.
Setiap keliling, dirinya membawa sekira 15-16 liter jamu.
Jumlah sebanyak itu biasanya habis dalam waktu tiga jam.
Satu gelas jamu dihargai Rp 2500- Rp 3.000.
Ada juga yang dijual dalam bentuk botol dengan harga Rp 6.000- Rp 7.000.
Ia sendiri sudah memiliki langganan tetap yang tiap minggu pasti keluar 15 botol.
Omzet yang didapat cukup lumayan.
"Omzetnya sekali keliling (menjual jamu) di atas Rp 100.000 di bawah Rp 200.000," kata dia.( Tribunjogja.com )