Berita Kulon Progo Hari Ini

Jaringan Kulon Progo Bergerak Dorong Berbagai Pihak Berupaya Konkret Tangani Kekerasan Seksual

Jaringan Kulon Progo bergerak yang beranggotakan LKIS, Mitra Wacana, PKBI Kulon Progo, PBKP, JarikROGO, HWDI Kulon Progo dan Pusat Studi Hak

Penulis: Sri Cahyani Putri | Editor: Kurniatul Hidayah

Laporan Reporter Tribun Jogja, Sri Cahyani Putri Purwaningsih

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Jaringan Kulon Progo bergerak yang beranggotakan LKIS, Mitra Wacana, PKBI Kulon Progo, PBKP, JarikROGO, HWDI Kulon Progo dan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) UII akan selalu mendorong berbagai pihak untuk melakukan langkah konkret dari pencegahan, pemantauan hingga penanganan kasus kekerasan seksual di Kulon Progo

"Saat ini kami masih proses pengawasan kinerja terhadap pihak-pihak yang berwenang. Kita berharap kasus kekerasan seksual diusut tuntas. Kita tunggu prosesnya," ucap Nining S, PIC Narahubung Jaringan Kulon Progo Bergerak saat dikonfirmasi, Kamis (20/1/2022). 

Minimnya pemahaman masyarakat akan literasi hukum, hak asasi manusia (HAM), kesetaraan dan pola relasi sosial yang berkeadilan gender memiliki andil besar terbangunnya persepsi masyarakat yang cenderung menyalahkan korban.

Terlebih menilai perbuatan pelaku seakan-akan hanya melakukan tindakan aib biasa yang cenderung ditutupi. 

Baca juga: Puan Maharani Resmikan Pengoperasian Jembatan Gantung Girpasang di Lereng Merapi Klaten

"Apalagi kalau pelakunya orang terpandang seperti tokoh masyarakat atau memiliki jabatan tertentu seringkali dengan alasan melindungi aib korban, malah banyak melindungi pelaku dari jerat hukum dan sanksi sosial," kata Nining. 

Dengan demikian, jaringan yang terdiri dari aliansi beberapa organisasi massa (ormas) dan Non Governmental Organization (NGO) memberikan beberapa pernyataan sikap sebagai berikut:

1. Mendukung dan menghormati proses pendampingan terhadap korban yang dilakukan pemerintah, kepolisian sesuai prosedur yang tepat. 

2. Mendukung kepolisian agar dapat memproses dengan cepat pelaku sesuai prosedur hukum yang berlaku tanpa membedakan latar belakang antara lain status sosial, suku, agama, ras antar golongan maupun strata kelas. 

3. Mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum agar bersikap tegas terhadap kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. 

4. Menuntut pemerintah segera membuat peraturan daerah (perda) Kabupaten Layak Anak (KLA) sebagai payung hukum dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. 

5. Mendorong Pemerintah Kabupaten membentuk satgas penanganan kekerasan seksual pada institusi-institusi pendidikan yang berhadapan dengan anak. Sehingga institusi pendidikan bersih dari para predator seksual. 

6. Mendesak implementasi Undang-undang (UU) TPKS dalam bentuk sosialisasi dan rencana aksi nasional dan daerah. 

7. Mendukung statement PC Fatayat Kulon Progo yang menghendaki pengusutan tuntas kekerasan seksual pada anak khususnya yang terjadi di Kulon Progo. 

Baca juga: Ambisi Gelandang Sleman United, Tessar Rayhan Okta Libra Bawa Timnya Promosi ke Liga 2

Terpisah, Ketua DPRD Kulon Progo, Akhid Nuryati mengatakan kalangan legislatif menetapkan perda KLA yang diharapkan menjadi payung hukum bagi ibu dan anak dalam mendapatkan hak-hak yang layak di tengah maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi belakangan terakhir. 

Dirinya juga merasa prihatin ketika melihat munculnya beberapa kasus pelecehan seksual di Kulon Progo yang tentunya sangat bertentangan dengan perda tersebut. 

"Kami merasa diuji di tengah hadirnya perda KLA ini. Di saat kami sedang menetapkan perda kemudian kejadian asusila terjadi secara beruntun," kata Akhid, Rabu (19/1/2022). 

Kendati demikian, ia mengimbau kepada semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaannya dan pengawasan terutama bagi orangtua yang memiliki anak perempuan. 

"Selain itu juga harmonisasi keluarga ditingkatkan karena akan berdampak terhadap psikologis dan tumbuh kembang anak," ucapnya. 

Penasehat Hukum korban AS (15), Tommy Susanto enggan berkomentar banyak dan meminta wartawan menunggu perkembangan dari penyidikan polisi. 

Hal ini bukan semata untuk menutup-nutupi akan tetapi menyesuaikan aturan hukumnya. 

"Saya benar-benar memahami harkat dan martabat korban serta prosedur penanganan perkara anak," ucapnya. 

Diberitakan sebelumnya, AS yang merupakan santriwati di pondok pesantren (ponpes) di wilayah Sentolo, Kabupaten Kulon Progo menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengasuh atau pimpinan di ponpes tersebut. 

Kejadian itu terkuak ketika ayah korban melaporkan kasus tersebut ke Polsek Sentolo pada 27 Desember 2021 lalu. (scp) 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved