Headline

Ini Hasil Interogasi Polresta Yogya Soal Tarif Parkir Bus Rp 350 Ribu

Insiden parkir nuthuk atau penerapan tarif di luar batas kewajaran terjadi lagi di kawasan wisata Kota Yogyakarta

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA/FAUZI
Grafis 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Insiden parkir nuthuk atau penerapan tarif di luar batas kewajaran terjadi lagi di kawasan wisata Kota Yogyakarta. Kejadian tersebut diinformasikan oleh seorang pelancong yang mengunggahnya di media sosial Facebook, hingga jadi perbincangan hangat, Rabu (19/1/2022) siang.

Unggahan tersebut disertai kuitansi berwarna hijau dengan keterangan tarif Rp350 ribu.

Merujuk pada kuitansi yang tertanggal 15 Januari 2022, tarif sebesar itu mencakup biaya parkir satu unit bus, kamar mandi driver, co-driver, dan tour leader, air untuk cuci bus, hingga biaya kebersihan.

Pengunggah menjelaskan, kejadian itu menimpanya di lokasi yang tak jauh dari kawasan Malioboro, tepatnya Jalan Margo Utomo, di selatan Tugu Pal Putih.

Padahal, ia berujar, bus yang ditumpanginya tersebut hanya singgah selama dua jam untuk berbelanja oleh-oleh di Malioboro.

"Kami datang jam 21.00 WIB lalu pulang jam 22.30 WIB. Karena itu destinasi kami terakhir di Yogyakarta, cuma mau beli oleh-oleh daster. Di kuitansinya ada biaya lain-lain, cuci bus, dan kebersihan. Kami tidak tahu ada kegiatan itu," tulisnya.

"Kami sempat numpang salat dan toilet. Tapi, ada kotak di depannya, dan kami bayar seperti toilet umum di indonesia sebesar Rp2 ribu. Semoga postingan ini enggak mencoreng citra baik pariwisata Yogyakarta," tambah pengunggah.

Wakil Wali (Wawali) Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, angkat suara merespons insiden nuthuk yang kembali muncul dan viral di media sosial.

Dia sudah mendapatkan informasi itu dan mengkoordinasikanya dengan jajaran Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta agar melakukan tindak lanjut.

"Saya sudah meminta pada teman-teman Dishub supaya mengecek, apakah benar, kemudian (parkiran) resmi atau tidak. Kalau resmi pun itu sudah melebihi tarif. Kalau tidak resmi, ya, semakin banyak kesalahannya," tegasnya.

Seandainya insiden yang dikeluhkan wisatawan itu benar-benar terjadi, maka harus dibawa ke ranah hukum.

Pasalnya, perilaku nuthuk semacam ini masuk kategori pungutan liar (pungli).

Terlebih, sebelum-sebelumnya, kepolisian juga senantiasa mengusut kasus serupa untuk efek jera.

"Kalau benar ada, saya minta Dishub agar memprosesnya dengan kepolisian. Kalau perlu, masuk ranah pungli, karena sudah di luar tatanan yang diatur Pemkot. Artinya, dia kan mengambil (tarif) terlalu banyak, dan itu masuk kategori pungli. Nanti, prosesnya seperti yang lainnya," urainya.

Diuraikan Heroe, seandainya pengelola parkir memiliki pegangan di aspek legalitas, maka izin dipastikan dicabut dan tak diberi kesempatan untuk mengurusnya kembali.

Menurutnya, pemkot tidak akan mengampuni perilaku nuthuk yang mencoreng citra pariwisata Yogyakarta.

"Kita sudah tegaskan berkali-kali, tidak ada ampun untuk nuthuk, entah itu makanan, parkir, dan sebagainya. Kalau itu ada izin, harus dicabut. Tidak ada kesempatan kedua. Kalau liar, ya, masuk pungli, agar proses hukumnya oleh teman-teman kepolisian lebih jelas," pungkasnya.

Keterangan polisi

Polisi telah mendapat kesimpulan sementara atas kejadian ini.

Kasi Humas Polresta Yogyakarta, AKP Timbul Sasana Raharja mengatakan, kemarin sekitar pukul 14.45 WIB pihaknya melakukan pengecekan ke lokasi parkir yang dimaksud.

"Bahwa benar tanggal 15 Januari 2022 sekitar pukul 22.00 WIB parkiran itu kedatangan bus membawa rombongan wisatawan," jelasnya.

Hasil dari interogasi pihak kepolisian kepada pengelola, dijelaskan biaya parkir bus di sana biasanya sebesar Rp150 ribu sudah termasuk lahan parkir, toilet, dan air untuk mencuci bus.

Timbul melanjutkan, mengenai tarif parkir sebesar Rp350 ribu yang viral itu berdasarkan pengakuan koordinator parkir atas dasar permintaan kru bus yang parkir itu.

"Jadi itu atas permintaan kru bus. Sedangkan petugas parkir hanya menerima uang sebesar Rp150 ribu," lanjut Timbul.

Polisi menyimpulkan, mark up tarif parkir tersebut merupakan permintaan dari kru bus pariwisata yang tidak disebutkan asalnya tersebut.

"Dan menurut petugas parkir, mark up seperti itu sering dilakukan sopir bus dengan tujuan mengambil keuntungan lebih dari tarif parkir," tutur Timbul.

Dengan kesimpulan tersebut, pihak kepolisian belum menemukan bukti adanya dugaan pungli.

Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Purwadi Wahyu Anggoro, membantah jika terdapat indikasi pungli yang dilakukan oleh petugas parkir yang dikeluhkan wisatawan dan kemudian viral itu.

Lahan parkir yang digunakan oleh petugas parkir termasuk legal, sebab koordinator parkir membayar uang sewa kepada pemilik lahan.

"Bukan parkir ilegal, itu tanah ada pemiliknya. Jadi bus parkir di situ membayar uang sewa yang ditentukan pemilik lahan senilai Rp150 ribu dengan fasilitas toilet, kebersihan, dan air cuci bus," jelasnya.

Purwadi mengatakan, tulisan tarif Rp350 ribu rupiah di kuitansi yang viral itu merupakan permintaan kru bus agar mendapat tambahan uang makan dan rokok.

Lebih lanjut, dia menegaskan, pungli dalam dunia parkir itu apabila terdapat fasilitas atau lahan perkir milik pemerintah yang telah ditentukan tarifnya, namun petugas parkir menaikkan tarif parkirnya.

Dalam persoalan ini, menurut Purwadi, tidak ada yang dirugikan, sebab mark up yang dilakukan oleh kru bus sudah sering terjadi.

"Dengan viralnya ini di medsos, malah pemilik parkir bisa iklan. Oh, kalau di sana dapat fasilitas air besih sama toilet," pungkasnya. (aka/hda)

Baca Tribun Jogja edisi Kamis 20 Januari 2022

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved