BREAKING NEWS : Sambangi Kantor DPRD Kota Yogya, PKL Malioboro Minta Relokasi Ditunda 3 Tahun
Ratusan PKL yang sehari-hari berjualan di kawasan Malioboro menyambangi kantor DPRD Kota Yogyakarta untuk mengadukan nasibnya terkait wacana relokasi
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang sehari-hari berjualan di kawasan Malioboro menyambangi kantor DPRD Kota Yogyakarta untuk mengadukan nasibnya terkait wacana relokasi, Senin (17/1/2022).
Mereka berharap, supaya kebijakan tersebut dapat ditinjau kembali.
Ketua Asosiasi PKL Yogyakarta (APKLY), Wawan Suhendra mengatakan pihaknya mendesak kalangan legislatif untuk ikut memperjuangkan aspirasi para pedagang.
Ia berujar, pedagang sejatinya tidak menolak relokasi, tapi sebisa mungkin pemindahan itu tak digulirkan tahun ini.
"Kami hanya minta penundaan. Alasannya, ini masih masa pandemi, Presiden Jokowi juga bilang kan, sekarang baru recovery, untuk pemulihan ekonomi," ungkapnya.
Di hadapan Ketua DPRD Danang Rudhiyatmoko, Wawan mendorong legislatif supaya ikut mengawal kebijakan ini dengan membuat Panitia Khusus (Pansus).
Karena itu, ia berharap, semua fraksi dapat memberikan dukungan, sehingga Pansus benar-benar kuat secara politik.
"Kemudian, selama Pansus masih bergulir, kami meminta pemerintah untuk menghentikan dahulu proses relolasi. Sebab, pada 1-7 (Februari) itu kita diminta sudah harus boyongan, tinggal menghitung hari, ya," cetusnya.
Baca juga: PKL Malioboro Mengadu ke LBH, Ini Tanggapan Pemda DIY
Baca juga: PKL Malioboro Mengadu ke LBH, Ini Tanggapan Pemda DIY
Setali tiga uang, Ketua Paguyuban AngkrIngan Padma Malioboro, Yati Dimanto pun menyampaikan bahwa PKL sebenarnya tidak menolak upaya relokasi ini.
Hanya saja, pihaknya memohon kepada pemerintah agar kebijakan tersebut tidak dilangsungkan dalam waktu dekat.
"Ya, kami tidak menolak kebijakan relokasi. Tetapi, kami meminta penundaan pelaksanaannya, paling tidak untuk jangka waktu satu, sampai tiga tahun," tegasnya.
Terlebih, hingga saat ini paguyubannya belum menerima informasi yang jelas, mereka bakal direlokasi kemana kedepannya.
Karenanya, para pedagang sangat khawatir, tempat-tempat yang dialokasikan oleh pemerintah, cenderung tidak representatif untuk berdagang.
"Salah satu akar masalahnya itu, karena tempat relokasi dibuat dahulu, baru dilakukan pendataan jumlah PKL dan jenis dagangannya. Sehingga, kami lah yang dipaksakan menyesuaikan tempat relokasinya," terang Yati.
"Kami menyimpulkan besaran lapak tidak memadai. Jadi, karakter kami berdagang tidak diakomodir. Misal lesehan, tempat tidak menyediakan pengunjung untuk menikmati makanan, sembari duduk lesehan," tambahnya.