LBH Yogya Buka Posko Pengaduan Relokasi PKL Malioboro
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta membuka posko pengaduan relokasi pedagang kaki lima di kawasan Malioboro.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta membuka posko pengaduan relokasi pedagang kaki lima di kawasan Malioboro.
Staf Divisi Penelitian LBH Yogyakarta, Era Hareva Pasarua, mengatakan pihaknya memandang upaya relokasi dilakukan secara tergesa-gesa, dan tanpa pertimbangan yang matang.
Sebab, relokasi dilaksanakan ketika pandemi Covid-19 masih dirasakan dampaknya oleh para pedagang.
Ia menandaskan, seharusnya, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY bisa lebih peka dengan kondisi PKL, yang akhir-akhir ini mendapat secercah harapan, seiring bergeliatnya kembali pariwisata di Malioboro.
Tapi, prinsip partisipasi dalam mengambil kebijakan bak diabaikan begitu saja.
"Prinsip partisipasi masyarakat sudah diabaikan. Apalagi, kebijakan dilakukan di tengah pandemi, saat pereknomian warga ini belum pulih sepenuhnya," jelas Eva, Selasa (11/1/2022).
Karena itu, ia berharap, melalui posko aduan, pihaknya mampu menjaring aspirasi dari para pedagang yang merasa keberatan untuk dipindahkan dalam waktu dekat.
Sebagai informasi, relokasi rencananya dilakukan pada Januari, selaras arahan dari pemangku kebijakan di DIY.
"Harusnya, rencana relokasi dengan alasan sumbu filosofi dilakukan secara terbuka. Sehingga, masyarakat, terutama PKL, memiliki kesempatan yang luas untuk terlibat. Mulai perencanaan, hingga pelaksanaan," terangnya.
Baca juga: Pemkot Yogya : Relokasi PKL Malioboro Tidak Akan Ditunda, Tetap Digulirkan Januari 2022
Baca juga: Dana Keistimewaan Siap Akomodir Kebutuhan PKL Malioboro yang Direlokasi
Ia menuturkan, kebijakan relokasi ini secara tidak langsung sama saja mempertaruhkan ekonomi PKL.
Sebabnya, pola aktivitas mereka yang bertahun-tahun meniti nafkah di Malioboro pun praktis mengalami perubahan, seiring kepindahan menuju titik-titik penampungan.
"Jadi, selain dampak pandemi, para pedagang juga harus menghadapi berbagai permasalahan baru, yang mungkin belum pernah mereka jumpai," ungkapnya.
Ditegaskannya, LBH Yogyakarta mengambil sikap dengan mendesak Pemda DIY supaya menunda rencana relokasi, sekaligus meninjau ulang kebijakan itu.
Lalu, menuntut pembukaan akses informasi yang transparan, serta partisipatif, soal rencana penataan Malioboro.
"Pelibatan itu diharapkan menjadi landasan yang baik ya, dalam menciptakan kebijakan, serta memastikan adanya implementasi yang lebih efektif, karena pedagang dan elemen masyarakat lainnya terlibat," ujar Era.