Khidmah Orkestratif Gus Yahya Staquf

Satu Abad Khidmah Nadhaltul Ulama sebagai jam’iyyah (organisasi), ditandai dengan penyelenggaraan Muktamar di Lampung.

Editor: ribut raharjo
Tribunlampung.co.id / Deni Saputra
Momen Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya cium tangan KH Said Aqil Siradj seusai memberikan pernyataan di hadapan muktamirin, Jumat 24 Desember 2021. 

Kiprahnya tidak lagi diejek dengan predikat ‘ndeso’, ‘kaum sarungan’, ‘tradisional’ dan sebagainya.

Sebaliknya, strategi pemerintah Orde Baru memberlakukan apa yang saat itu disebut sebagai ‘asas tunggal’ tidak disikapi para kiai sebagai kiat penggembosan, melainkan justru diposisikan sebagai kekuatan fondasi bernegara.

Justru NU yang saat ini lebih lantang meneriakkan NKRI harga mati. NU, tidak hanya menjadi elemen besar, tetapi juga menjadi elemen strategis menyatu dan pembangun negeri ini.

Dalam khidmah di abad ini, NU hidup dan menghidupi Indonesia sebagai negara bangsa (nationstate). Ke depan, denyut NU tidak berhenti pada level budaya, yang pada akhirnya dikapitasilasi Gus Dur dengan jargon: NU adalah sub-kultur.

NU dalam orkestrasi yang diangankan, akan melebarkan dan memperdalam khidmah, sampai pada level peradaban. Hal ini sudah dirintis Gus Dur dan diteruskan Gus Yahya, dan diartikulasikan dalam wacana ‘Humanitarian Islam’.

Islam tidak lagi dihadirkan sebagai identitas, melainkan sebagai komitmen nilai, nilai kemanusiaan untuk hidup damai di muka bumi ini.

Dalam pidato sambutannya di upacara penutupan muktamar, dengan percaya diri Gus Yahya meyakinkan kita: tidak ada negara yang lebih pas untuk menawarkan solusi perdamaian dunia, selain Indonesia. Mari kita wujudkan.

Selamat berkhidmah Gus.

Nderek ngalap di dalam bahtera besar: Nahdlatul Ulama. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved