Berita Gunungkidul Hari Ini
Mengenal Telaga Jonge, Wisata Alam Sarat Sejarah di Gunungkidul
Telaga Jonge sendiri airnya merupakan tadah hujan, uniknya tak pernah kering meski di musim kemarau.
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Telaga Jonge cukup populer sebagaiĀ satu di antara destinasi wisata di Gunungkidul, setidaknya bagi warga setempat.
Lokasinya yang tak jauh dari pusat Kota Wonosari menjadikannya satu di antarapilihan rekreasi keluarga.
Berada di Pedukuhan Kuwangen Lor, Kalurahan Pacarejo, Kapanewon Semanu, Telaga Jonge bisa dicapai hanya 10 menit dari Kota Wonosari, atau sekitar 2 jam dari pusat Kota Yogyakarta.
Posisinya yang dekat dengan permukiman tak lantas membuatnya riuh.
Justru rimbunnya pepohonan memunculkan suasana sejuk, hening, bahkan syahdu bagi para pengunjung.
Baca juga: Masa Libur Nataru, Gunungkidul Targetkan 147 Ribu Wisatawan
Rupanya, Telaga Jonge yang luasnya 3.700 meter persegi ini menyimpan kisah sejarah menarik.
Seperti yang diungkapkan Pengelolanya, Budi Raharjo.
"Konon ceritanya telaga ini dulu jadi tempat pelarian punggawa Majapahit bernama Ki Sidik Wacono," tutur Budi pada wartawan belum lama ini.
Ki Sidik lari ketika kekuasaan Majapahit mulai runtuh.
Awalnya ia tiba di Tepus lewat jalur laut, lalu kembali berkelana hingga tiba di Kuwangen, di mana ia mulai hidup dengan bercocok tanam.
Menurut Budi, Ki Sidik hidup dalam penyamaran agar tidak diburu orang Majapahit.
Orang setempat lantas mengenalnya dengan nama Kyai Jonge, di mana ia selalu bersemedi di hutan di wilayah Kuwangen.
"Saat beliau mangkat, menurut ceritanya muncul air dari tempatnya meninggal. Itulah yang menjadi Telaga Jonge saat ini," ujarnya.
Baca juga: Malam Tahun Baru, Warga Dilarang Parkir Kendaraan di Alun-alun Wonosari Gunungkidul
Budi mengatakan Telaga Jonge sendiri airnya merupakan tadah hujan, uniknya tak pernah kering meski di musim kemarau.
Sedangkan makam Kyai Jonge berada di tengah telaga, baru terlihat ketika surut.