UPDATE Merapi: Menghitung Jarak Luncuran Awan Panas, Begini Penjelasannya
BPPTKG memastikan jarak luncur awan panas Gunung Merapi tidak lebih dari lima kilometer.
Termasuk deformasi atau perubahan bentuk gunung. Setiap malam, 15 petugas dari beberapa pos secara bergiliran melakukan pengamatan deformasi mengunakan metode Electronics Distance Measurement (EDM).
Saat ini, aktivitas gunung Merapi dinilai masih fluktuatif. Kubah lava mengalami pertumbuhan, tetapi masih landai, belum signifikan.
Kendati demikian, kesiapsiagaan tetap harus dilakukan. Sebab, segala kemungkinan secara tiba-tiba bisa saja terjadi karena gejolak lain.
Misalnya, magma yang bisa saja tiba-tiba naik ke permukaan dan menghancurkan kubah di bagian atas.
Bertumbuh
Mantan Kepala BPPTKG, Subandrio membenarkan kubah lava saat ini masih terus bertumbuh. “Bahkan, volume totalnya mencapat 4,5 juta meter kubik. Untuk kubik tengah awalnya 2,9 juta meter kubik dan kubah tepi 1,6 juta meter kubik,” jelanya kepada Tribun Jogja, Senin (13/12).
Dia mengatakan, guguran lava yang sering terjadi setiap hari umumnya berasal dari kubah di tepi di hulu Kali Krasak atau Bebeng dan Kali Putih. Guguran lava itu tidak memiliki risiko yang berarti.
“Namun, yang patut kita cermati itu kestabilan kubah tengah dan lava yang pernah muncul di tahun 1888 yang menahannya,” ungkapnya lebih lanjut.
Apabila kubah masih bergerak terus, urai Subandrio, maka pada titik tertentu, kubah itu akan kolaps. Dengan begitu, alur di Kali Senowo, Kali Trising, dan Kali Apu akan menjadi lebih rentan.
“Kapan kubah akan betul-betul kolaps? Secara
deterministik, tidak bisa dikalkulasi, ya. Namun, secara teori, bila slope stability struktur puncak di lereng barat memiliki nilai factor of safety lebih kecil dari angka 1, maka itu akan kolaps,” bebernya.
Dia menjelaskan, hal terburuk akan terjadi apabila masyarakat di alur Kali Senowo, Kali Trising, dan Kali Apu tidak tanggap bila itu terjadi. (maw/rif/ard)