Problematika Kemiskinan DIY, Kebutuhan Beras dan Properti Rumah Penyumbang Garis Kemiskinan Terbesar
Kemiskinan menjadi benang kusut yang tak kunjung terurai di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sampai dengan saat ini.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
Untuk wilayah DIY Istiana mengatakan kemisikinan di wilayah itu terbilang spesifik, dan banyak dibentuk oleh faktor sosial dan psikis.
Implikasi dalam temuan itu, lanjut Istiana bahwa perumusan kebijakan, arah atau program pengentasan kemiskinan di DIY hendaknya mempertimbangkan dimensi kemiskinan yang multipel.
"Terutama dimensi sosial dan psikis, jangan hanya mengedapankan dimensi ekonomi saja. Penelitian membuktikan bahwa kontribusi ekonomi dalam urutan ketiga setelah sosial dan psikis. Karena sosial dan psikis menyangkut SDM," tegas Istiana.
Dia menjelaskan, dalam mengidentifikasi sasaran dan pengembangan program pengentasan kemiskinan, pemerintah DIY hendakya bukan mengacu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) saja dalam merumuskan kebijakan.
"Itu juga perlu dikembangkan indikator kemiskinan lokal yang ada. Sehingga program yang dilaksanakan relevan, mendapat dukungan penuh dari sasaran dab berbagai pihak terkait, serta memiliki nilai manfaat berkelanjutan," ungkapnya.
Kepala BPS wilayah DIY Sugeng Arianto menanggapi, selama lima tahun terakhir beras selalu menjadi komoditas utama bahan pokok pembentuk garis kemsikinan.
"Kontribusi beras terhadap garis kemiskinan berada pada kisaran antara 14,75 persen sampai dengan 35,44 persen," ungkapnya.
Baca juga: Dinkes Kabupaten Magelang Siapkan Skema untuk Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19 Saat Nataru
Urutan kedua, rokok kretek filter di wilayah perkotaan menyumbang garis kemiskinan sebesar 6,64 persen dan di kota sebesar 5,68 persen.
Urutan ketiga, daging ayam ras menyumbang garis kemiskinan di desa sebesar 5,55 persen, sementara di kota sebesar 5,16 persen.
Selanjutnya penyumbang garis kemiskinan ke empat muncul dari komoditas telur ayam ras yakni di pedesaan sebesar 5,19 persen, dan di kota mencapai 4,40 persen.
Terakhir penyumbang garis kemiskinan ke lima disebutkan Sugeng adalah kebutuhan gula pasir di pedesaan sebesar 2,88 persen, dan di kota justru cabai rawit turut menyudutkan masyarakat masuk kategori miskin yakni sebesar 2,65 persen.
"Sementara kebutuhan non pangan pembentuk garis kemiskinan di DIY adalah properti, atau perumahan itu sebesar 8,16 persen di desa dan 7,67 persen di desa. Kemudian bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi," terang dia.
Dikatakan Sugeng, wilayah DIY berpotensi masuk kedalam kondisi kemiskinan ekstream jika tidak ada upaya intervensi dari pemerintah.
"Semua wilayah sangat berpotensi masuk ke dalam kemiskinan ekstream termasuk DIY, oleh karena itu perlu adanya kebijakan yang mampu mengubah kondisi," pungkasnya. (hda)