Problematika Kemiskinan DIY, Kebutuhan Beras dan Properti Rumah Penyumbang Garis Kemiskinan Terbesar

Kemiskinan menjadi benang kusut yang tak kunjung terurai di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sampai dengan saat ini.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/ Miftahul Huda
Sejumlah kalangan membicarakan problematika kemiskinan di DIY di ruang rapat DPRD DIY, Rabu (24/11/2021) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kemiskinan menjadi benang kusut yang tak kunjung terurai di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sampai dengan saat ini.

Melalui Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan pada Rabu (24/11/2021) di gedung DPRD DIY, para wakil rakyat bersama instansi terkait mencoba mengurai permasalahan kemiskinan itu.

Koordinator penyusunan pokok-pokok pikiran DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengatakan, berdasarkan data sensus penduduk, laju pertumbuhan penduduk di DIY sejak 2010 sampai dengan 2020 kemarin sebesar 0,58 persen per tahunnya dengan jumlah penduduk sebanyak 3,668 juta jiwa.

Dan berdasarkan survei sosial eknomi nasional (Susenas) per Maret 2021 lalu, menyatakan kategori kemiskinan dengan batas minimal pengeluaran Rp482.855 per kapita per bulan, menghadirkan angka 12,8 persen penduduk DIY masuk kategori miskin.

Artinya dari total penduduk DIY yang mencapai 3,668 juta jiwa, sebanyak 506,4 ribu jiwa masuk kategori miskin pada Maret 2021.

Menurut Arif terjadi peningkatan kemiskinan sebesar 3,3 ribu jiwa jika dibandingkan pada September 2020 lalu 

Dijelaskan pula dominan presentase itu, berdasarkan data Susenas berada di Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Bantul.

"Artinya sangat jauh dari target angka kemiskinan 8,07 persen pada tahun 2021. Dominannya di Kulon Progo, Gunungkidul, dan Bantul," terang dia.

Baca juga: Mimbar Legislasi: Pembelajaran Tatap Muka Harus Segera Dilakukan, Begini Penjelasan DPRD Bantul

Menurut dia, mendiskusikan permasalahan kemiskinan di DIY merupakan upaya klasik yang perlu dijadikan catatan bagi para pemangku kebijakan.

Oleh sebab itu, sejumlah langkah untuk memperbaiki kategori kemiskinan merupakan langkah yang cukup baik untuk segera menemukan solusi terbaik atas permasalahan kemiskinan di DIY.

"Jika metode perhitungan berbasis pengeluaran dianggap kurang relevan, maka ada baiknya survei mendalam dengan melihat kemampuan ekonomi riil masyarakat," terang dia.

Langkah kedua, menurut Arif pemerintah harus konsisten menerapkan pengendalian penduduk dan migrasi penduduk dari luar DIY masuk ke wilayah DIY.

"Pengendalian kelahiran bisa diterapkan dengan metode pendekatan insentif, beasiswa bagi anak keluarga tidak mampu sampai dengan tingkat pendidikan tinggi," ujarnya.

Peneliti Ahli Utama BP2P3KS Kementerian Sosial (Kemensos) Istiana Hermawati berdasarkan riset yang pernah dilakukan menyimpulkan, kemiskinan di Indonesia adalah multidimensi.

"Berdasarkan pengujian konstrak kemiskinan diperoleh kesimpulan, bahwa kemiskinan berhasil direpresentasikan signifikan oleh lima indikator. Yakni dimensi ekonomi, sosial, psikis, budaya dan politik," ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved