Ekspedisi Gunung Tambora 1951

EKSPEDISI TAMBORA 1951 : Saat Tim Akhirnya Tiba di Dasar Kaldera Raksasa Tambora

Mereka perlahan melewati segala kesulitan, menuruni dinding kaldera dan bermalam di dasar kaldera memeriksa segala situasi di berbagai titik

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Repro Buku Laporan Kawah Gunung Tambora oleh M.I Adnawidjaja dan Chatib (Djawatan Pertambangan Bahagian Geologi Urusan Gunung Api)
Proses penurunan tim menuju ke dasar kaldera Gunung Tambora menggunakan rotan dan tangga 

Butuh waktu enam hari tim ekspedisi Tambora Dinas Gunung Berapi akhirnya mampu menapaki puncak barat. Tak terbilang kesukaran yang dialami semua anggota tim dan para pekerja yang membantu. Total pendakian dikurangi istirahat 42 jam 10 menit sejak meninggalkan titik start hingga finish di tepi kaldera.

Adnawijaya dan Rukman Jadi Orang Indonesia Pertama Jejaki Dasar Kaldera Tambora

Penampakan kaldera Gunung Tambora
Penampakan kaldera Gunung Tambora (Repro Buku Laporan Kawah Gunung Tambora oleh M.I Adnawidjaja dan Chatib (Djawatan Pertambangan Bahagian Geologi Urusan Gunung Api))

DARI bivak terakhir di ketinggian 1.940 mpdl, perlu waktu sekira 2 jam 10 menit perjalanan cukup berat. Tim harus menjejaki lereng terjal berpasir dan batu-batu.

Jarak bivak IV atau perkemahan terakhir itu cukup jauh, dan tentu menyita waktu serta tenaga jika surveyor harus bolak-balik naik turun pagi dan sore. Karena terpikirkan mendirikan bivak V di dekat bibir kaldera.

Maka Adnawijaya dan kawan-kawan mencari lokasi paling tepat. Mereka tidak memilih bekas bivak WA Petroeschevsky karena tidak memiliki pelindung dari terpaan angin.

Tempatnya terlalu terbuka karena pohon cemaranya terlalu kecil, daunnya sedikit dan letaknya di punggungan lereng. Akhirnya mereka menemukan lokasi strategis di sebuah jurang dangkal di batas vegetasi.

Bagian Kedua : EKSPEDISI TAMBORA 1951 : Turunnya Tugas Menuju Kaldera Gunung Tambora

Bagian Pertama : EKSPEDISI TAMBORA 1951 : Dicegat Pacet Penghisap Darah Tak Terhitung Banyaknya

Ada empat pohon cemara berbatang besar berdaun rimbun, satu di antaranya sudah mati. Banyak pula pohon tengsek berdaun rimbun. Di bawah rerindangan pepohonan itu bersih, hanya ada rontokan daun cemara kering.

Proses penurunan tim menuju ke dasar kaldera Gunung Tambora menggunakan rotan dan tangga
Proses penurunan tim menuju ke dasar kaldera Gunung Tambora menggunakan rotan dan tangga (Repro Buku Laporan Kawah Gunung Tambora oleh M.I Adnawidjaja dan Chatib (Djawatan Pertambangan Bahagian Geologi Urusan Gunung Api))

Bivak V ditetapkan di lokasi ini, dan jadi pusat kegiatan selama mengeksplorasi Tambora beberapa hari ke depan. Ketinggian lokasinya 2.190 mdpl, suhu berkisar 17 derajat Celcius. Pada 28 April 1951, dilakukan perpindahan semua logistik dan perkemahan dari bivak IV.

Hari berikutnya secara beruntun, 29 dan 30 April tim meninjau kawah dari pinggir barat laut dan barat daya.

Adnawijaya dkk juga membagi tugas, dua orang yaitu Chatib dan Hamim, mengukur keliling pinggir luar kawah.

Dua lainnya, Adnawijaya dan Rukman, memeriksa keadaan kawah, turun ke dasarnya. Selama kurun waktu 1-8 Mei 1951, tim yang bertugas ke dasar kaldera mencari jalur dari tepi barat laut.

Mereka perlahan melewati segala kesulitan, menuruni dinding kaldera dan bermalam di dasar kaldera memeriksa segala situasi di berbagai titik yang diperlukan. Tugas survei diselesaikan tepat waktu.

Penampakan kaldera raksasa Gunung Tambora
Penampakan kaldera raksasa Gunung Tambora (Repro Buku Laporan Kawah Gunung Tambora oleh M.I Adnawidjaja dan Chatib (Djawatan Pertambangan Bahagian Geologi Urusan Gunung Api))

Pada 9 Mei tim kembali berkumpul bersama-sama mengukur keliling kaldera, mengemasi contoh batuan, dan mendiskusikan hasil pemeriksaan dan pemetaan awal. Namun pada 11-12 Mei, Rukman dan Chatib harus kembali turun ke dasar kaldera.

Mereka ditugasi mengukur suhu kawah yang mengeluarkan asap solfatara, sekaligus mengumpulkan contoh-contoh yang diperlukan, seperti batuan, abu, dan material vulkanik lainnnya. Setelah selesai, tim kembali melanjutkan pengukuran keliling kawah hingga 21 Mei.

Di hari terakhir, tim membuat batu tugu peringatan misi DGB ke Tambora. Setelah selesai semuanya, perkemahan dibongkar dan semua tim berikut para pekerja turun pada 22 Mei. Hanya butuh waktu 7 jam saja perjalanan turun hingga Tambora Estate.

Hari berikutnya, 23 Mei, tim melanjutkan perjalanan setelah bermalam menuju ke Labuhan Kananga menunggang kuda. Setelah bermalam, tugas masih berlanjut ke Pulau Satonda memeriksa keadaan danau bekas kawah gunung api itu.

Penampakan kaldera raksasa Gunung Tambora
Penampakan kaldera raksasa Gunung Tambora (Repro Buku Laporan Kawah Gunung Tambora oleh M.I Adnawidjaja dan Chatib (Djawatan Pertambangan Bahagian Geologi Urusan Gunung Api))

Perjalanan ke Satonda menggunakan kapal jukung sejauh 2 jam pulang pergi. Danau ini berbentuk lonjong, garis tengah 1.250 meter. Dinding terendah danau sekira 2 meter saja, yang memisahkan danau itu dengan lautan.

Dinding danau tertinggi diperkirakan 100 meter, sebagai sisa tepi kawah hasil letusan di masa lampau. Misi pengamatan di Tambora, Labuhan Kananga dan Satonda selesai 28 Mei. Hari berikutnya mereka akan dijemput perahu motor dari Sumbawa.

Sore 29 Mei, tim akhirnya meninggalkan Labuhan Kananga setelah membuat perpisahan kecil dengan para pekerja, mandor dan juru masaknya. Menuju Sumbawa, tim DGB ditemani Tuan dan Njonja Manuputty dan dua pembesar perkebunan kopi Tambora.

Pukul 20.00, kapal motor tiba di Pelabuhan Sumbawa, mereka langsung ke penginapan. Kapal laut menuju Jakarta akan berangkat 6 Juni 1951, sehingga mereka masih punya waktu mengurus bawaan, dan bertemu para pejabat berwenang Pemda Sumbawa.

Tim Ekspedisi Gunung Tambora 1951
Tim Ekspedisi Gunung Tambora 1951 (Repro Buku Laporan Kawah Gunung Tambora oleh M.I Adnawidjaja dan Chatib (Djawatan Pertambangan Bahagian Geologi Urusan Gunung Api))

Termasuk menjelaskan garis besar hasil ekspedisi Tambora, berikut hal ihwal mengenai masa depan gunung itu untuk kepentingan masyarakat setempat. Pada 5 Juni, Adnawijaya dkk menemui Sultan Sumbawa.

Sultan mengharap Pulau Sumbawa mendapat giliran penyelidikan geologi secara menyeluruh. Sultan juga menyatakan keinginannya bisa mengunjungi Museum Geologi di Bandung. Hari berikutnya, mereka menerima kabar kapal laut menunda keberangkatan ke Jakarta.

Kapal laut Waikelo akan berlayar 7 Juni. Sayang, di hari keberangkatan ternyata mereka menemui masalah. Adnawijaya dkk hanya boleh menumpang sampai Surabaya, lalu meneruskan perjalanan menggunakan kapal lain.

Tim Ekspedisi Gunung Tambora 1951
Tim Ekspedisi Gunung Tambora 1951 (Repro Buku Laporan Kawah Gunung Tambora oleh M.I Adnawidjaja dan Chatib (Djawatan Pertambangan Bahagian Geologi Urusan Gunung Api))

Kapten kapal Waikelo menyarankan mereka memundurkan keberangkatan lagi dan naik kapal laut Swartenthondt.

Kapal ini akan langsung berlayar dari Sumbawa ke Tanjungpriok Jakarta. Akhirnya opsi terakhir ini yang dipilih.

Perjalanan pulang akhirnya berlangsung lancar dari 8 Juni dan tiba di Jakarta pada 11 Juni 1951 pukul 08.40. Setelah bawaan diturunkan, tim langsung pulang ke Bandung via Bogor-Cianjur menggunakan mobil Power Wagon milik kantor.

Karena sudah jelang malam tiba di Cipanas, rombongan terpaksa menginap di pesanggrahan milik Pemkab Cianjur karena mereka dilarang melanjutkan perjalanan ke Bandung oleh militer. Paginya, barulah perjalanan berlanjut dan tiba di Bandung jelang siang.(Tribunjogja.com/xna)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved