Ekspedisi Gunung Tambora 1951
EKSPEDISI TAMBORA 1951 : Saat Tim Akhirnya Tiba di Dasar Kaldera Raksasa Tambora
Mereka perlahan melewati segala kesulitan, menuruni dinding kaldera dan bermalam di dasar kaldera memeriksa segala situasi di berbagai titik
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Hari berikutnya, 23 Mei, tim melanjutkan perjalanan setelah bermalam menuju ke Labuhan Kananga menunggang kuda. Setelah bermalam, tugas masih berlanjut ke Pulau Satonda memeriksa keadaan danau bekas kawah gunung api itu.

Perjalanan ke Satonda menggunakan kapal jukung sejauh 2 jam pulang pergi. Danau ini berbentuk lonjong, garis tengah 1.250 meter. Dinding terendah danau sekira 2 meter saja, yang memisahkan danau itu dengan lautan.
Dinding danau tertinggi diperkirakan 100 meter, sebagai sisa tepi kawah hasil letusan di masa lampau. Misi pengamatan di Tambora, Labuhan Kananga dan Satonda selesai 28 Mei. Hari berikutnya mereka akan dijemput perahu motor dari Sumbawa.
Sore 29 Mei, tim akhirnya meninggalkan Labuhan Kananga setelah membuat perpisahan kecil dengan para pekerja, mandor dan juru masaknya. Menuju Sumbawa, tim DGB ditemani Tuan dan Njonja Manuputty dan dua pembesar perkebunan kopi Tambora.
Pukul 20.00, kapal motor tiba di Pelabuhan Sumbawa, mereka langsung ke penginapan. Kapal laut menuju Jakarta akan berangkat 6 Juni 1951, sehingga mereka masih punya waktu mengurus bawaan, dan bertemu para pejabat berwenang Pemda Sumbawa.

Termasuk menjelaskan garis besar hasil ekspedisi Tambora, berikut hal ihwal mengenai masa depan gunung itu untuk kepentingan masyarakat setempat. Pada 5 Juni, Adnawijaya dkk menemui Sultan Sumbawa.
Sultan mengharap Pulau Sumbawa mendapat giliran penyelidikan geologi secara menyeluruh. Sultan juga menyatakan keinginannya bisa mengunjungi Museum Geologi di Bandung. Hari berikutnya, mereka menerima kabar kapal laut menunda keberangkatan ke Jakarta.
Kapal laut Waikelo akan berlayar 7 Juni. Sayang, di hari keberangkatan ternyata mereka menemui masalah. Adnawijaya dkk hanya boleh menumpang sampai Surabaya, lalu meneruskan perjalanan menggunakan kapal lain.

Kapten kapal Waikelo menyarankan mereka memundurkan keberangkatan lagi dan naik kapal laut Swartenthondt.
Kapal ini akan langsung berlayar dari Sumbawa ke Tanjungpriok Jakarta. Akhirnya opsi terakhir ini yang dipilih.
Perjalanan pulang akhirnya berlangsung lancar dari 8 Juni dan tiba di Jakarta pada 11 Juni 1951 pukul 08.40. Setelah bawaan diturunkan, tim langsung pulang ke Bandung via Bogor-Cianjur menggunakan mobil Power Wagon milik kantor.
Karena sudah jelang malam tiba di Cipanas, rombongan terpaksa menginap di pesanggrahan milik Pemkab Cianjur karena mereka dilarang melanjutkan perjalanan ke Bandung oleh militer. Paginya, barulah perjalanan berlanjut dan tiba di Bandung jelang siang.(Tribunjogja.com/xna)