Soal Pungli dan Penahanan Ijazah, DPRD DIY: Kepala Sekolah Berpotensi Dicopot Jika Melanggar
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mendapat surat somasi terbuka, dari Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) terkait
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mendapat surat somasi terbuka, dari Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) terkait persoalan pendidikan.
Para perwakilan AMPPY itu mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta pada Senin (9/11/2021) siang guna mencari dukungan, untuk menyuarakan surat somasi tersebut kepada publik.
Ada tiga persoalan pendidikan yang membuat mereka merasa tak puas, hingga kemudian melayangkan surat somasi kepada Gubernur DIY.
Baca juga: Gerakan Kampung Panca Tertib di Kota Yogyakarta Sabet Penghargaan Inovasi Pelayanan Publik
Yang pertama mereka mengklaim masih dijumpai pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah baik jenjang SMP maupun SMA/SMK.
Kemudian persoalan kedua terkait penahanan ijazah, serta persoalan yang terakhir yakni terkait penjualan seragam sekolah.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi D DPRD DIY, Koeswanto mengungkapkan, segala praktek pungutan liar maupun penahanan ijazah merupakan bentuk pelanggaran.
Terlebih Pemda DIY juga memiliki Perda yang dibuat untuk mengendalikan pungutan yang dilakukan sekolah. Yakni Perda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pedoman Pendanaan Pendidikan.
Koeswanto pun akan mendatangi sekolah yang terbukti melakukan pelanggaran.
Untuk kepala sekolah yang terbukti melanggar, dapat dikenai sanksi berupa pencopotan jabatan.
"Dan kalau memang kepala sekolah berani begitu, saya siap mendatangi kepala sekolahnya. Kalau terjadi di sekolah negeri nanti bisa jadi catatan untuk dinas dan kepala sekolah bisa lengser karena dia yang bertanggung jawab," jelas Koeswanto saat dihubungi, Selasa (9/11/2021).
Kendati demikian, Koeswanto meyakini bahwa sekolah negeri tak akan berani melakukan praktek tersebut.
Sebab menurut amatannya, praktek penahanan ijazah biasanya terjadi di sekolah swasta.
"Saya punya keyakinan kalau SMA/SMK negeri tentu saja tidak berani menahan ijazah. Saya jamin nggak akan berani," terangnya.
Dia melanjutkan, biasanya, sekolah menahan ijazah milik siswa yang telat membayar SPP.
Hal ini dilakukan karena sekolah swasta membutuhkan pembiayaan.
Baca juga: Aduan Pungli di Sekolah DI Yogyakarta, ORI DIY Minta Disdikpora Lakukan Pengawasan Ketat