Pemkot Yogyakarta Tegaskan One Gate System Jadi Embrio Penataan Pariwisata di Masa Depan
One gate system yang mulai diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta sejak akhir pekan lalu siap menjadi kebijakan sustainable, atau berkelanjuta
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - One gate system yang mulai diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta sejak akhir pekan lalu siap menjadi kebijakan sustainable, atau berkelanjutan, di masa mendatang.
Sehingga, wisatawan yang datang pun merasa semakin nyaman selama bervakansi.
Wacana itu disampaikan Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, dalam talk show "Obrolan YK One Gate System" bersama Tribun Jogja, yang digelar secara daring, pada Jumat (29/10/2021) siang.
Ia menilai, skema satu pintu tersebut, mutlak dibutuhkan oleh kota pelajar.
Baca juga: Tottenham Hotspur vs Manchester United: Update Skuad, H2H dan Catatan Statistik Pertemuan
"Jadi, bukan sebatas untuk mengantisipasi pandemi virus corona saja, karena kalau kita tidak melakukan pengaturan, yang terjadi adalah kemacetan," ungkapnya.
Sebab, melalui one gate system, setiap bus yang melakoni proses skrining di Terminal Giwangan, dan dinyatakan lolos, praktis langsung diarahkan menuju tempat khusus parkir (TKP) yang sudah ditentukan.
Termasuk, rute perjalanan untuk masuk, dan keluar dari Kota Yogyakarta.
"Sehingga, masyarakat tidak merasakan dampak negatif, khususnya dari aspek lalu lintas, karena banyak angkutan pariwisata yang masuk ke kota itu," jelasnya.
Oleh sebab itu, Heroe mengatakan, one gate system bakal menjadi sebuah embrio penataan sistem pariwisata Kota Yogyakarta, di masa mendatang.
Ia pun tidak menutup kemungkinan, skema tersebut bakal dikembangkan sedemikian rupa, untuk memanjakan turis.
"Harapannya, di masa depan bus pariwisata itu kan cukup berhenti di Terminal Giwangan. Masuk ke Kota Yogyakarta kita bawa dengan kendaraan-kendaraan, semacam trans wisata begitu, agar makin nyaman," ujarnya.
"Nanti, akan ada program satu tiket juga, yang bisa untuk memasuki destinasi wisata di Kota Yogyakarta. Jadi, bisa murah, lebih efisien. Ini untuk memberi kenyamanan ya, untuk wisatawan dan warga," tambah Heroe.
Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta, Golkari Made Yulianto mengatakan, pada akhir pekan lalu, terdapat 206 bus pariwisata, dan 1.300 mobil pribadi yang masuk teritorinya. Sehingga, total ada lebih dari 10.000 wisatawan dari berbagai daerah yang tiba.
Tetapi, ia mengakui, dari jumlah itu, beberapa diantaranya harus ditolak masuk, karena tak memenuhi syarat terkait vaksin Covid-19. Sehingga, dipastikan, mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Kota Yogyakarta, selepas melakoni skrining di Terminal Giwangan.
"Pintu keluar Giwangan mengarah ke ringroad. Yang lolos diarahkan masuk kota lewat Jalan Imogiri Timur. Jadi yang tidak lolos tak mengarah ke kota," katanya.
Namun, Golkari pun tak menampik, terdapat kemungkinan angkutan pariwisata yang melalui jalan-jalan lain, demi merangsek masuk ke Kota Yogyakarta. Hanya saja, ia memastikan, Dishub menyiagakan personel, yang difungsikan untuk menyisir bus-bus nakal itu.
"Memang itu sangat mungkin terjadi, melalui simpang di Kotagede misalnya. Tapi, kita punya tim mobile. Jadi, saat dijumpai bus pariwisata belum berstiker kok nongkrong di kota, ya langsung diarahkan keluar," ujarnya.
"Kita sama sekali tidak ada toleransi. Tapi, kami sampaikan, kebijakan ini bukan untuk mempersulit wisatawan, kita kan berikhtiar, supaya kekhawatiran adanya gelombang tiga pandemi tidak terjadi di DIY," lanjut Golkari.
Sementara Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPPI) Yogyakarta, Bobby Ardiyanto, yang turut dihadirkan sebagai pembicara, menyampaikan dukungannya pada one gate system yang diterapkan Pemkot. Ia menilai kebijakan itu, merupakan wujud kepedulian pemerintah, terhadap keselamatan wisatawan, dan masyarakatnya.
Baca juga: Bukit Turgo di Lereng Merapi Simpan Potensi Beragam Tanaman Herbal Berkhasiat
"Kita harus melihatnya secara jangka panjang. Karena ini bagian dari upaya mewujudkan Yogyakarta sebagai quality tourism. Nah, itu yang selama ini kita dorong bersama, demi pariwisata yang lebih berkualitas," cetusnya.
Walau begitu, secara regulasi, ia bisa memahami, sebuah kebijakan pasti menimbulkan pro, dan kontra. Apalagi, one gate system ini mengakibatkan beberapa pelancong gagal masuk kota pelajar. Karena itu, tambahnya, dibutuhkan sosialisasi yang masif dari Pemkot setempat.
"Artinya, sesulit apapun, kalau itu untuk kebaikan kami bersama, saya yakin semua industri akam sepakat. Sebab, persoalan ini tidak akan bisa diselesaikan oleh pemerintah saja. Tapi, bagaimana agar industri dan masyarakat harus memberikan dukungan penuh," kata Bobby.
Setali tiga uang, pihaknya pun hendak mendorong mitra, atau klien-kliennya, untuk bertransformasi menjadi smart traveller. Sebab, di situasi saat ini, perubahan gaya wisata memang mutlak harus dilakukan para turis.
"Satu perbandingan, Singapura itu aturannya complicated. Tapi, orang kita bisa mengikuti, dan nyaman di sana. Bisa tertib kok, kenyataannya. Harapan kami, embrio ini bisa menginspirasi daerah lain," terangnya. (aka)