Update Covid 19
Data LaporCovid19 Catat Lebih dari 2.000 Dokter & Perawat di Indonesia Meninggal Akibat Virus Corona
tenaga kesehatan korban Covid-19 itu kebanyakan adalah dokter, dengan jumlah 730. Perawat di Indonesia yang meninggal akibat Covid mencapai 670 orang,
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Yoseph Hary W
Sebelumnya, pejabat senior WHO lainnya memperingatkan minimnya vaksinasi dapat membuat pandemi berlarut-larut hingga tahun depan.
WHO memperkirakan 80.000 - 180.000 tenaga kesehatan meninggal dunia akibat Covid-19, hingga Mei 2021. WHO memperkirakan ada 135 juta tenaga kesehatan di seluruh dunia, namun kebanyakan dari mereka belum mendapat vaksinsai.
"Data dari 119 negara menunjukkan bahwa rata-rata, dua dari lima petugas kesehatan di seluruh dunia telah mendapat vaksinasi penuh," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. "Tapi tentu saja, rata-rata itu menutupi di seluruh wilayah dan kelompok ekonomi."
Di Afrika, menurutnya, kurang dari satu dari 10 tenaga kesehatan yang divaksinasi penuh di Afrika. Jumlah ini jauh lebih kecil ketimbang cakupan vaksinasi tenaga kesehatan di negara berpenghasilan tinggi, yang mencapai delapan dari 10 tenaga kesehatan.
Kegagalan menyediakan vaksin bagi negara-negara berpenghasilan rendah juga disorot oleh Dr Bruce Aylward, pejabat senior WHO, yang menyimpulkan bahwa itu artinya krisis Covid bisa "berlarut-larut hingga 2022".
Hingga saat ini, baru hampir 5 persen populasi Afrika yang telah mendapatkan vaksinasi, jauh lebih rendah ketimbang benua-benua lain, yang mencapai 40 persen dari total populasi. Kebanyakan vaksin Covid digunakan di negara berpenghasilan tinggi dan menengah atas. Sementara Afrika hanya berkontribusi 2,6 persen dari total vaksinasi global.
Ide awal di balik Covax - program vaksinasi global yang didukung PBB untuk mendistribuskan vaksin secara merata - adalah bahwa semua negara akan dapat memperoleh vaksin termasuk dari negara yang kaya, tulis koresponden Urusan Global BBC Naomi Grimley.
Tapi kebanyakan negara-negara G7 memutuskan untuk menahan diri begitu mereka mulai membuat kesepakatan pribadi dengan perusahaan farmasi.
Negara maju diimbau mengalah dalam antrean vaksin global
Aylward mengimbau negara-negara kaya untuk mengalah dalam antrean vaksin global, sehingga perusahaan farmasi dapat memprioritaskan negara-negara berpenghasilan terendah sebagai gantinya. Dia mengatakan negara-negara kaya perlu "menginventarisasi" komitmen sumbangan mereka yang dibuat pada pertemuan puncak seperti pertemuan G7 di St Ives musim panas ini.
"Saya dapat memberitahu Anda bahwa kita tidak di jalur (yang benar)," katanya. "Kita benar-benar perlu mempercepatnya, atau Anda tahu, pandemi ini akan berlangsung selama satu tahun lebih lama dari yang seharusnya."
People's Vaccine - sebuah aliansi kelompok amal - telah merilis angka baru yang menunjukkan hanya satu dari tujuh dosis yang dijanjikan oleh perusahaan farmasi dan negara-negara kaya yang benar-benar mencapai tujuan mereka di negara-negara miskin.
Aliansi yang terdiri dari Oxfam dan UNAids itu juga mengkritik Kanada dan Inggris karena kedua negara itu mengadakan vaksin untuk populasi mereka sendiri melalui Covax.
Penasehat Kesehatan Global Oxfam, Rohit Malpani, mengakui bahwa Kanada dan Inggris secara teknis berhak mendapatkan vaksin melalui jalur ini setelah membayar ke mekanisme Covax, namun dia mengatakan itu masih "visa diperdebatkan secara moral" mengingat kedua negara telah memperoleh jutaan dosis melalui perjanjian bilateral mereka sendiri.
Adapun Pemerintah Inggris menunjukkan bahwa negara itu adalah salah satu negara yang telah "memulai" Covax tahun lalu, dengan sumbangan sebesar 548 juta pounds, sekitar Rp 10,6 triliun.
