Anak Dengan HIV/AIDS di DI Yogyakarta Kesulitan Cari Panti Asuhan, DP3AP2 DIY: Ini PR Besar Kami
Sebagian besar panti asuhan khusus anak di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belum siap menerima Anak Dengan HIV/AIDS (ADHA).
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebagian besar panti asuhan khusus anak di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belum siap menerima Anak Dengan HIV/AIDS (ADHA).
Padahal anak-anak yang dinyatakan positif HIV/AIDS tersebut sangat membutuhkan penanganan, terlebih sebagian di antaranya berada dalam kondisi terlantar atau tidak diurus keluarganya.
Menurut data yang dihimpun Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) DIY, dari sekitar 30 panti asuhan yang tersebar di DIY dan terkoordinasi dengan KPA, baru satu yang bersedia menerima ADHA.
Baca juga: Gelar Pembelajaran Tatap Muka, Murid Madrasah di Sleman Terapkan Absensi Ganjil dan Genap
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY Erlina Hidayati Sumardi mengakui adanya permasalahan tersebut.
Menurutnya, itu juga menjadi pekerjaan rumah DP3AP2 DIY.
"Itu merupakan PR besar kami dari dulu. Karena salah satu ketugasan kami adalah memberi perlindungan termasuk anak-anak dalam kondisi khusus salah satunya anak dengan HIV/AIDS," terang Erlina saat dihubungi Tribun Jogja, Kamis (21/10/2021).
Menurutnya, wewenang untuk menentukan panti asuhan yang layak menerima ADHA berada di tangan pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial (Kemensos).
Sementara ini, panti asuhan yang berada di bawah naungan Dinas Sosial DIY sebagian besar belum bisa menerima ADHA.
Erlina menjelaskan, panti asuhan yang bisa menampung ADHA tak bisa ditunjuk sembarangan.
Pasalnya, panti asuhan harus memiliki kompetensi dan kapasitas khusus untuk merawat ADHA.
"Kami tidak mau juga anak sudah dimasukkan tapi pengasuh dan pengurusnya belum paham memperlakukan (ADHA). Pengurus dan pengelola panti yang mau menampung tadi harus paham memperlakukan anak dengan kondisi khusus," terang Erlina.
Tak hanya para pengurus, anak-anak yang menghuni panti asuhan tersebut juga harus diberi pemahaman terkait cara memperlakukan ADHA maupun terkait penyakit HIV/AIDS itu sendiri.
Pemahaman itu perlu agar tidak memunculkan prasangka dan tindakan diskriminasi yang tentu berpengaruh buruk pada kondisi sang anak dengan HIV/AIDS.
"Tidak hanya pengelola dan pengurus yang perlu dipahamkan, tapi juga anak-anak di panti yang ada di situ. Mereka harus paham ada salah satu temannya yang ada pada kondisi khusus tadi," bebernya.
"Supaya tidak menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran untuk tertular. Juga bagaimana memperlakukan sebagai sesama teman dengan kondisi khusus," tambahnya.