PSS Sleman
Soal Konflik Manajemen PSS Sleman vs Suporter PSS, Pengamat : Klub Seharusnya Perhatikan Suara Fans
Fajar Junaedi berpendapat komunikasi yang dilakukan manajemen saat ini bukanlah hal baik bagi klub yang saat ini dikelola secara profesional.
Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Konflik antara Sleman fans dengan manajemen PT Putra Sleman Sembada semakin berlarut-larut.
Hal ini karena tidak adanya kejelasan tegas dari pemilik klub soal tuntutan dari para suporter.
Tuntutan yang dimaksud itu ialah mendepak Dejan Antonic dari kursi pelatih PSS Sleman, kemudian mencopot Marco Gracia Paulo sebagai Dirut PT PSS, dan mengeluarkan Arthur Irawan sebagai pemain PSS Sleman.
Drama-drama kemudian terjadi, seperti sejumlah Sleman fans mendatangi manajemen PSS Sleman saat berada di Bandung, Jakarta dan terakhir di Solo.
Baca juga: Hingga Kini Bupati Kustini Sri Purnomo Belum Terima Jawaban Tegas Pemegang Saham PT PSS
Hal itu karena tak lepas dari kekecewaan para suporter kepada manajemen yang yang dinilai tidak dapat menjalin komunikasi dengan baik.
Beberapa jalan kemudian ditempuh oleh Sleman fans, satu di antaranya dengan mendatangi Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo untuk memintanya berbicara langsung dengan pemegang saham terkait sejumlah tuntutan suporter bagi tim berjuluk Super Elang Jawa itu.
Namun sampai saat ini upaya tersebut masih mentah, bahkan setelah pihak Bupati Sleman memberi ultimatum kepada manajemen.
Karenanya manajemen PSS Sleman tetap berpendirian untuk melakukan evaluasi bertahap, alih-alih memenuhi tuntutan suporter.
Menurut pengamat sepak bola dan suporter, Fajar Junaedi jika akar masalah PSS Sleman saat ini berada di pemegang saham.
Sejak awal kekecewaan muncul, suporter dinilai Fajar sudah inisiatif bangun komunikasi.
"Namun pemegang saham dan manajemen klub tidak menanggapi. Pemilik PSS Sleman seharusnya memperhatikan suara fans, tanpa perlu menunggu ultimatum dari bupati Sleman," katanya saat dihubungi Tribunjogja.com, Rabu (20/10/2021).
Baca juga: Dirut PT PSS Marco Gracia Paulo Buka Suara : Ini Memang Masa Sulit bagi PSS Sleman
Fajar menambahkan jika komunikasi yang dilakukan manajemen saat ini bukanlah hal baik bagi klub yang saat ini dikelola secara profesional.
"Apa yang dilakukan pemilik saham PSS Sleman yang mengabaikan tuntutan fans adalah tindakan yang sangat buruk dalam tata kelola klub. Pemilik klub seharusnya mampu membangun komunikasi dengan fans, karena fans adalah modal sosial bagi perkembangan klub," imbuh pria yang juga menjadi menulis buku Merayakan Sepak Bola itu.
Seharusnya menurut Fajar, pemilik saham mayoritas lebih baik segera menemui suporter sebelum para suporter sebaliknya untuk menemui pemegang saham.
"Iya, seharusnya pemegang saham segera menemui suporter untuk melakukan komunikasi," tuturnya.
Selama ini seperti yang telah diketahui,para suporter yang lebih dulu mengambil inisiatif untuk mendatangi pemegang saham, daripada sebaliknya, pemegang saham mendatangi suporter untuk memberikan jawaban.
Sebelumnya, Fajar telah menjelaskan apabila problem yang terjadi di tubuh PSS Sleman adalah sebuah implikasi dari perubahan peta kepemilikan klub yang berubah ketika klub sepakbola di Indonesia di tahun 2011 menyusul pelarangan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membiayai klub profesional.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011. Klub dituntut profesional dalam pengelolaannya supaya mampu mandiri dalam pendanaan.
"Dampak yang paling terasa adalah di klub eks Perserikatan, yang sebelumnya seolah dimiliki oleh pemerintah daerah bersama klub anggota. Pada waktu itu pengurus yang sedang menjabat mendapatkan legacy untuk membuat badan hukum. Namun selanjutnya problem muncul yaitu finansial klub," kata pria yang juga salah satu dosen Ilmu Komunikasi UMY ini.
Baca juga: Blak-blakan Soal Tuntutan BCS, Komut PT PSS: Siapapun Pelatih Nggak Enak untuk Bersikap Objektif
Menurutnya, PSS Sleman yang terbiasa dengan APBD, saat ini harus berjibaku mencari sponsor dan bahkan pemilik baru. Tentu ini seperti buah simalakama bagi fans klub.
"Karena ada klub yang mendapatkan pemilik yang mampu membina relasi dengan fans, namun ada pula yang mendapatkan pemilik baru yang tidak peduli dengan fans yang selama ini menjadi modal sosial paling penting bagi klub. PSS Sleman berada dalam posisi yang kedua ini. Pemiliknya tidak membangun relasi dengan fans dan pemangku kebijakan di daerah," tegasnya.
Selanjutnya Fajar juga membenarkan pemerintah daerah tidak lagi punya kuasa struktural pada klub sepakbola profesional, sehingga pihak pemerintah tidak bisa turut andil dalam mengambil kebijakan.
"Namun penting juga diingat, secara kesejarahan pemerintah daerah pernah menjadi bagian penting dalam perkembangan klub," tutupnya. ( Tribunjogja.com )