PSS Sleman

Soal Konflik Manajemen PSS Sleman vs Suporter PSS, Pengamat : Klub Seharusnya Perhatikan Suara Fans

Fajar Junaedi berpendapat komunikasi yang dilakukan manajemen saat ini bukanlah hal baik bagi klub yang saat ini dikelola secara profesional.

Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
daily.jstor.org
ilustrasi sepakbola 

Selama ini seperti yang telah diketahui,para suporter yang lebih dulu mengambil inisiatif untuk mendatangi pemegang saham, daripada sebaliknya, pemegang saham mendatangi suporter untuk memberikan jawaban.

Sebelumnya, Fajar telah menjelaskan apabila problem yang terjadi di tubuh PSS Sleman adalah sebuah implikasi dari perubahan peta kepemilikan klub yang berubah ketika klub sepakbola di Indonesia di tahun 2011 menyusul pelarangan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membiayai klub profesional. 

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011. Klub dituntut profesional dalam pengelolaannya supaya mampu mandiri dalam pendanaan.

"Dampak yang paling terasa adalah di klub eks Perserikatan, yang sebelumnya seolah dimiliki oleh pemerintah daerah bersama klub anggota. Pada waktu itu pengurus yang sedang menjabat mendapatkan legacy untuk membuat badan hukum. Namun selanjutnya problem muncul yaitu finansial klub," kata pria yang juga salah satu dosen Ilmu Komunikasi UMY ini.

Baca juga: Blak-blakan Soal Tuntutan BCS, Komut PT PSS: Siapapun Pelatih Nggak Enak untuk Bersikap Objektif

Menurutnya, PSS Sleman yang terbiasa dengan APBD, saat ini harus berjibaku mencari sponsor dan bahkan pemilik baru. Tentu ini seperti buah simalakama bagi fans klub.

"Karena ada klub yang mendapatkan pemilik yang mampu membina relasi dengan fans, namun ada pula yang mendapatkan pemilik baru yang tidak peduli dengan fans yang selama ini menjadi modal sosial paling penting bagi klub. PSS Sleman berada dalam posisi yang kedua ini. Pemiliknya tidak membangun relasi dengan fans dan pemangku kebijakan di daerah," tegasnya.

Selanjutnya Fajar juga membenarkan pemerintah daerah tidak lagi punya kuasa struktural pada klub sepakbola profesional, sehingga pihak pemerintah tidak bisa turut andil dalam mengambil kebijakan.

"Namun penting juga diingat, secara kesejarahan pemerintah daerah pernah menjadi bagian penting dalam perkembangan klub," tutupnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved