Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sejarah Jalan Malioboro : Dibangun Belanda, dan Salah Satu Poros Imajiner Kraton Yogyakarta

Malioboro adalah salah satu kawasan obyek wisata terpopuler di Yogyakarta. Jalan ini dibangun Belanda dan merupakan sumbu imajiner kraton yogyakarta

|
Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Mona Kriesdinar
Koleksi Troppenmuseum / Wikimedia Commons
Periode panjang pertumbuhan ekonomi yang dimulai sekitar tahun 1900 berakhir pada tahun 1929. Keruntuhan pasar saham Wall Street, New York, yang menandai Depresi terkenal tahun 1930-an di Eropa dan AS, juga dirasakan di Indonesia, meskipun dengan beberapa penundaan. Foto ini diambil kurang lebih pada titik nadir Depresi. Di mana-mana di Jawa jumlah orang yang harus hidup dari suatu bentuk perdagangan kecil meningkat. Pergi dari pintu ke pintu dengan barang-barang buatan sendiri, seperti 'stroop' (semacam limun) di foto, adalah salah satu pilihan. (P. Orchard, 2001). Penjual sirup (minuman dingin) di jalan utama Malioboro di Yogyakarta, Jawa. Asosiasi Dagang 'Onderling Belang' (pada gambar di sebelah kanan) dibubarkan pada tahun 1934. Penjual 'sirup' Jawa, Jogjakarta, 1934 

Pemerintah Belanda juga membangun Benteng Vredeburg di ujung selatan Jalan Malioboro pada tahun 1790.

Benteng tersebut masih terjaga keasliannya dan sekarang dijadikan sebagai Museum Benteng Vredeburg.

Belanda juga membangun Dutch Club atau Societeit Der Vereneging Djokdjakarta (1822), The Dutch Governor's Residence (1830), Javasche Bank, dan Kantor Pos.

Malioboro kian ramai dan populer, dipicu oleh adanya perdagangan antara pemerintah Belanda dengan pedagang Tionghoa.

Hingga tahun 1887, Jalan Malioboro dibagi dua setelah Stasiun Tugu Yogya dibangun.

Di era perang kemerdekaan, Jalan Malioboro telah menjadi saksi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Di kawasan ini pernah terjadi pertempuran hebat antara pejuang Tanah Air dengan pasukan kolonial Belanda yang dikenal dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Pasukan Merah Putih berhasil menaklukkan kekuatan Belanda dan menduduki Yogyakarta setelah enam jam bertempur. (*/Arsip dan Perpustakaan Kota Yogyakarta/Troppenmuseum/berbagai sumber)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved