Replika Robot Mirip Transformers dari Bantul, Laku Keras di China dan Jerman
erawal hobi mengoleksi sepeda motor tua, Eri Sudarmono (42) warga Padukuhan kauman, Kalurahan Gilangharjo, Kapenewon Pandak, Bantul sukses
Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Berawal hobi mengoleksi sepeda motor tua, Eri Sudarmono (42) warga Padukuhan kauman, Kalurahan Gilangharjo, Kapenewon Pandak, Bantul sukses menjadi pembuat replika robot berbahan dasar onderdil motor bekas. Eri tidak menyangka, karya robotnya akan laku kelas di pasaran luar negeri.
Melalui karya tersebut, ia pun mampu bertahan di saat pandemi setelah sebelumnya di awal juga mengalami keterpurukan.
"Awalnya saya bekerja membuat lukisan dan dekorasi. Dan karena pandemi ini sempat tidak ada kerjaan selama 6 bulan. Terus kebetulan buyer saya dulu, yang sering pesan lukisan, meminta dibikinkan robot dari bahan metal atau besi," ujarnya saat ditemui di workshopnya, ER Studio Art, Selasa (12/10/2021).
Baca juga: Selama Pandemi Dinas Tenaga Kerja Sleman Catat Angka Pengangguran Semakin Meningkat
Meski belum pernah membuat replika robot dari besi, ia tetap menyanggupi permintaan kliennya yang berasal dari China itu.
Eri cukup percaya diri, karena ia memang memiliki latar belakang pendidikan seni. Eri sempat mengenyam pendidikan di ISI Yogyakarta jurusan kriya.
"Saat kuliah saya memang suka koleksi motor-motor. Dan akhirnya, ilmu saya di kampus bisa saya terapkan, walaupun saya dulu juga tidak lulus," ujarnya.

Ia menggabungkan hobi dan ilmu seni kriya menjadi sebuah karya replika robot berbahan dasar onderdil motor bekas. Dalam satu bulan, ia membangun sebuah replika robot setinggi 2,5 meter.
"Buyer saya di China itu juga menjual kembali robot saya. Dan ternyata di sana laku dan banyak peminatnya, akhirnya pesanan kedua, dia minta 10 robot, dia suka desain dan bahannya," ujarnya.
Sekilas, replika robot yang dibuatnya terlihat seperti karakter film Transformers.
Eri mengakui, bahwa ia sendiri menyukai tokoh-tokoh tersebut.
Sehingga dalam membuat replika tersebut, tak ada kata susah dan dia sangat menikmati proses pengerjaannya.
Dengan banyaknya permintaan, semakin banyak juga karyawan di tempatnya.
Kini sudah ada 12 karyawan yang bekerja di workshopnya. Jika dulu dalam satu bulan ia hanya bisa membangun satu replika robot tanpa kerangka, namun kini dalam satu bulan ia bersama karyawannya bisa membangun 5 hingga 8 replika robot dengan diperkuat kerangka.
Untuk bahan dasarnya, ia membongkar motor-motor bekas. Motor bekas yang dipakai biasanya Yamaha V75, Honda C70 dan Suzuki Family. Selain itu dirinya juga mencari tangki dari motor Tiger, Megapro dan Thunder.
"Saya cari di rosok, selain itu penjual motor-motor lama masih banyak. Biasanya beli di sekitar Yogya dan Klaten. Untuk harganya sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 800 ribu satu motor," ujarnya.
Dalam proses pengerjaan, motor yang datang akan dibongkar oleh mekanik kemudian dibersihkan.
Proses setelahnya adalah membuat kerangka utama dan menempel onderdil motor dengan las. Dan langkah terakhir adalah pengecatan.

"Saya hanya pakai bahan dari besi atau alumunium. Misalnya jok motor, atau yang berbahan plastik tidak saya pakai. Karena itu juga mudah rusak," urainya.
Dari berproses selama 7 bulan itu, setidaknya sudah ada 30 unit replika robot berukuran 3 meter yang telah laku terjual. Kebanyakan pembelinya dari China, selain itu ada juga pembeli dari Jerman yang membeli 4 unit replika robot.
"Kalau di Indonesia, hanya 1 yang beli buat dekorasi kafe. Tapi sekarang, setelah viral semakin banyak pesanan dari Indonesia," ucapnya.
Terkait replika robotnya, rata-rata satu robot memerlukan 5 unit sepeda motor. Ketika sudah rampung, replika robotnya dijual seharga Rp 30 juta hingga Rp 60 juta tergantung tingkat kerumitan atau detilnya.
Dirinya bahkan pernah membuat replika gajah yang laku terjual Rp 60 juta, bahan dasarnya adalah onderdil dari 10 sampai 12 unit motor.
Selain membuat replika robot, dirinya juga tetap menjalankan hobi sebagai pengoleksi motor jadul. Tak sedikit pula sepeda motor yang ia beli untuk kemudian direstorasi, bukan untuk dibuat sebagai bahan dasar replika robot.
"Kalau restorasi, masih untuk koleksi pribadi, meski ada yang menawar, tapi sementara belum dilepaskan. Ada 50 motor yang direstorasi dan ada saya beli yang bahannya masih bagus," katanya.
Karena kesukaannya dengan robot, ia berencana akan membuat robot yang bisa bergerak. Namun proses ke sana masih cukup panjang. Eri masih perlu mematangkan lagi desain dan mekanisme robot itu agar bisa bergerak.
Baca juga: Sekati YK Ing Mall, Upaya Pemkot Yogyakarta Hidupkan Hegemoni Pasar Malam Sekaten
"Ke depan, rencana bikin robot yang bisa jalan. Sketsa sudah ada. Itu nanti menghidupkannya pakai mesin, ada 3 mesin. Di dada dan kaki. Tapi kalau sekarang masih fokus untuk replika robot dulu. Kalau yang ingin memesan bisa menghubungi saya di 081227222829 atau akun instagram er_studio_art," tandasnya.
Sementara itu Rustamto (40) warga Pajangan, Bantul yang merupakan karyawan dari ER Studio Art mengungkapkan bahwa satu orang di sana rata-rata bisa membuat 1 replika robot selama dua minggu. Ia mengakui bahwa tidak mudah membuat replika robot, terutama yang berukuran besar.
"Kalau dibilang susah ya susah, tapi akan tidak terlalu sulit kalau kita sudah terbiasa," ucapnya.
Kesulitan yang dihadapi adalah kondisi bahan dasar yang tidak selalu bagus. Misalnya ada potongan onderdil motor yang berkarat, maka harus dibersihkan terlebih dahulu agar bahan itu dapat mudah dilas.
Dan membuat replika robot ini juga dibutuhkan kejelian agar bagian kanan dan kiri tubuh dapat presisi.
"Sebisa mungkin harus presisi. Tapi misalnya ada bagian mesin yang yang tidak sama kanan-kiri ya akan kita sesuaikan dengan bahan dan ketebalan yang mirip, agar dapat proporsi robotnya," ungkapnya. (nto)