Putar Balik (Farida), Akadama Replikasi Cinta Pertama Penuh Debar dan Gemetar
Sudah beberapa kali jatuh cinta bahkan sudah melabuhkan hati untuk seseorang tapi banyak orang terjebak pada kenangan dengan cinta pertamanya
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM - Sudah beberapa kali jatuh cinta bahkan sudah melabuhkan hati untuk seseorang tapi banyak orang terjebak pada kenangan dengan cinta pertamanya.
Debar tiap pertemuan serta gemetar di ujung perpisahan bisa dikemas Akadama yang merupakan moniker proyek Desta Wasesa, lewat single keduanya bertajuk "Putar Balik (Farida)" yang rilis akhir September lalu.
Single setelah "Patah Hati itu Asu" itu mereplikasi kisah percintaan Akadama di SMA. Tokoh Farida dan peristiwa dalam single ke-2 itu nyata.
Baca juga: Jokowi di Malioboro Canangkan Program Penyaluran Bantuan Tunai PKL dan Warung Kecil di Indonesia
"Farida nama tengah cinta pertama saya di SMA. Lagu ini semacam kronik pertemuan sampai perpisahan saya dengan dia," kisah Akadama.
Putar Balik (Farida)’ direkam di Gotbluesyou Office. Usai dimixing mastering Catur Kurniawan, Akadama memercayakan Netrilis untuk mendistribusikan lagu ke sejumlah platform digital di bawah bendera Siksamantan Indonesia.
Dalam meramu aransemen, lirik, rekaman, sampai mixing-mastering, Akadama mengajak banyak musisi di antaranya Catur Kurniawan, produser musik sekaligus personel Black Stocking dan Portelea yang memancang beat. Catur Kurniawan juga yang merapikan tata suara.
Lalu ada Gatra Laringal (GIE) mengisi part gitar dalam instrumen yang bisa dibilang lo-fi ini. Bassist Circle Fox, Astarina Dian dipaksa ngerap di pertengahan lagu.
"Saya sangat terkesan dengan musik rap 90-an, terutama Xaqhala. Dia pahlawan saya. Terus warna musik kami menuju ke sana," sambung Akadama.
Gaya keroyokan ini juga dilakukannya saat merilis single pertama tahun lalu. Pendekatannya juga serupa, para musisi yang ‘dibajak’ rekaman dipaksa untuk sekali take saja, kecuali Astarina Dian yang ngerap di pertengahan lagu.
Acil, sapaan akrab Astarina butuh pendekatan lebih lama karena lirik yang ia bawakan adalah sebagian isi surat perpisahan Farida ke Akadama.
"Akadama bikin kesal karena bilang aksen saya harus seperti Farida baik dalam dialog sampai rap," kisah Astarina Dian.
Mereplikasi kisah penuh debar itu sangat mudah. Tidak ada kesulitan dalam memindahkannya ke lirik lalu menaruhnya di aransemen. Gatra, Astarina Dian, Catur Kurniawan, dan Andreas Zamzammi tahu betul harus merespon kisah Akadama seperti apa.
"Saya tidak diberkahi dengan bakat musik tetapi saya punya banyak teman yang jago musik. Dan yang terpenting lagu ini adalah upaya dalam merawat ingatan agar tak lekas keriput," tambah Akadama.
Baca juga: UPDATE Gunung Merapi 9 Oktober 2021: Terjadi 32 Kali Gempa Guguran Selama 10-83 Detik
Adapun artwork single berdurasi tiga menit yang dekat dengan nuansa 90-an ini digarap Andreas Zamzammi, desainer grafis sekaligus drummer Jalan Batas Kota (JBK).
"Artwork single kedua bikin deg-degan. Sosok perempuan ini sangat mirip dengan Farida, cinta pertama saya masa SMA dulu. Proyeksi Farida yang gila basket, fans Avril Lavigne, dan slengean ini tepat," ujarnya.