Penasehat Hukum Korban Klitih Kotagede Beberkan Sejumlah Kejanggalan Saat Persidangan
Sidang kasus kekerasan jalanan atau biasa disebut Klitih yang menimpa anak di bawah umur berinisial KSW di Jalan Ngeksigondo, Kotagede
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sidang kasus kekerasan jalanan atau biasa disebut Klitih yang menimpa anak di bawah umur berinisial KSW di Jalan Ngeksigondo, Kotagede Yogyakarta telah sampai ditahap pembelaan atau pledoi.
Sidang pledoi yang digelar pada Rabu (29/9/2021) itu berlangsung secara tertutup atau hanya diikuti oleh terdakwa yang didampingi orang tua serta penasehat hukumnya.
Sementara dari pihak korban, hadir dalam persidangan yakni orang tua beserta penasehat hukum korban.
Penasehat Hukum Korban, Tomi Susanto SH seusai sidang mengatakan, apa yang disampaikan oleh penasehat hukum dalam proses persidangan adalah hal yang biasa.
Hanya saja, ada beberapa hal yang diakui Tomi sedikit membuat pihaknya merasa kecewa yakni, dalam agenda pembelaan pada Rabu siang tadi dikatakan bahwa korban sebelumnya memiliki masalah dengan terdakwa.
Baca juga: Pemain PSIM Sulit Cetak Gol di Laga Pertama Liga 2, Pelatih Beri Latihan Khusus Finishing
"Tadi disebut bahwa ada masalah antara korban dengan terdakwa, padahal itu tidak pernah terjadi. Di fakta persidangan tidak ada. Hanya saja tadi ada cerita-cerita hingga terjadi pelemparan batu. Itu yang sedikit membuat kami terusik," katanya, saat ditemui di PN yogyakarta.
Hal kedua, yang menurut Tomi sangatlah fatal yakni mengenai batu yang dilempar oleh terdakwa terhadap korban.
Dari keterangan Tomi, batu yang dilempar ke korban itu sudah ada di kantor polisi dan sudah difoto, serta telah dibuktikan pula keberadaannya dalam bentuk video.
"Batu itu sudah difoto, sudah divedeo. Tetapi sampai dipersidangan ketika itu saya protes ke jaksa. Kenapa batunya tidak dihadirkan, katanya dalam BAP batu itu masih dalam pencarian," ujarnya.
Tomi menganggap ada kejanggalan dalam proses BAP yang berjalan sejauh ini, oleh sebab itu dirinya berencana akan melapor kepada Divisi Propam Polda DIY.
"Maka dari itu ini saya tegaskan setelah persidangan ini saya akan melaporkan kepada Propam Polda DIY. Bahwa ini enggak boleh terjadi. Bahwa batu itu sebenarnya ada," tegasnya.
Hal ketiga, Tomi membantah atas pembelaan yang dilakukan oleh penasihat hukum terdakwa, bahwasanya menurut pengakuan pihak terdakwa batu yang dilemparkan ke wajah KSW merupakan batu lunak sejenis batu bata.
"Tadi dalam pembelaan mereka menyampaikan bahwa batunya empuk, seperti batako, sejenis pecahan batu bata. Kalau empuk kok bisa melukai wajah korban, itu gak bener sama sekali," jelas dia.
Dia juga sedikit kecewa sebab jaksa tidak menghadirkan dokter yang memeriksa korban, guna menjawab semua pembelaan yang dilakukan dari pihak terdakwa.
"Harusnya jaksa juga menghadirkan dokter yang memeriksa, sejumlah saksi yang terkait, batu yang ada di Polisi juga dihadirkan. Tapi nyatanya sampai detik ini tidak pernah dihadirkan. Kami ingin keadilan," ungkapnya.
Penasehat Hukum kedua dari korban, Romzana SH menambahkan, keinginan korban untuk menjadi seorang anggota Polisi pupus lantaran korban kini mengalami cacat pada bagian wajah.
Oleh karenanya, dia meminta agar majelis hakim tetap memproses hukum bagi terdakwa dengan segala pertimbangan yang ada.
"Jadi korban itu ingin seperti bapaknya, menjadi Polisi. Sekarang cita-citanya pupus karena dia mengalami luka berat pada bagian wajah. Jangan sampai kasus ini dibawa pulang. Hakim harus tetap memproses hukum, karena ini kan kriminal seperti halnya orang dewasa," tegas dia.
Baca juga: Belum Ada QR Code PeduliLindungi di Malioboro, Pemkot Yogyakarta Bikin Aplikasi Sendiri
Sementara Humas Pengadilan Negeri Yogyakarta A Suryo Hendratmoko mengatakan, sidang pledoi pada Rabu siang dipimpin oleh Hakim Ketua Agus setiawan SH Sp. Not.
Dia menjelaskan, selama ini pihak pengadilan sudah menjalankan persidangan sesuai ketentuan yang berlaku.
Disinggung mengenai keberadaan alat bukti berupa batu yang dijadikan sebagai sarana untuk menyerang korban, Suryo menegaskan hal itu seharusnya pihak penyidik yang menjawab.
"Sidang pledoi sudah berlangsung, kalau mengenai batu itu silakan tanyakan saja ke penyidik," terang dia.
Terpisah, orang tua terdakwa Gunawan Wibowo saat ditemui sebelum sidang mengatakan, pihaknya sudah berkali-kali meminta maaf kepada keluarga korban, sebelum kasus itu bergulir ke meja hijau.
"Sudah, kami sebelumnya sudah berkali-kali damai. Meminta maaf, bahkan saya tawarkan ingin silaturahmi ke rumahnya. Tetapi mereka minta kasus tetap ke persidangan," ungkapnya.
Sebagai informasi, terdakwa KAP dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Yogyakarta dengan hukuman 1,7 tahun penjara, dan wajib menjalani pelatihan kerja di Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja (BPRSR) Dinsos DIY selama 6 bulan. (hda)