Harga Telur Masih Anjlok, Peternak di Bantul Mengalami Kerugian
Harga telur yang anjlok sejak satu bulan lalu membuat peternak ayam petelur di Kabupaten Bantul merugi. Kondisi ini semakin diperburuk dengan harga pa
Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Harga telur yang anjlok sejak satu bulan lalu membuat peternak ayam petelur di Kabupaten Bantul merugi. Kondisi ini semakin diperburuk dengan harga pakan yang masih tinggi.
Salah satu peternak ayam petelur di Kalurahan Srigading, Kapanewon Sanden, Kabupaten Bantul, Teni Ermawanto mengatakan harga telur mulai terasa turun sejak satu bulan yang lalu.
Ia mengungkapkan, saat itu harga telur masih dalam kisaran Rp 20 ribu per kilogramnya, kemudian harga semakin melorot bahkan sempat menyentuh Rp 14 ribu per kilogram.
Meski di awal pekan ini, harga telur terus merangkak naik di angka Rp 16 ribu per kilogram, namun tetap saja belum bisa menguntungkan para peternak.
Baca juga: Sebanyak 136 Pejabat di Pemkab Klaten Berganti Posisi, Bupati Sri Mulyani Minta Ini Kepada Mereka
"Peternak dengan harga Rp 19 ribu per kilogramnya hanya impas saja, kalau harganya Rp 16 ribu per kilogram tentu akan merugi banyak," ucapnya.
Ia mengungkapkan, sebenarnya kapasitas kandang yang dimiliki bisa diisi hingga 10 ribu ekor ayam petelur, namun melihat kondisi ekonomi semenjak PPKM Darurat, dirinya hanya mengisi kandang dengan 2 ribu ekor ayam petelur.
Jika dalam kondisi bagus, peternakan tersebut bisa memperoleh 2.000 butir telur, namun rata-rata ayam yang bertelur hanya di kisaran 1.800-an butir.
Dengan jumlah tersebut, peternakannya hanya bisa mendapatkan telur setara 100 kilogram. Dengan kondisi tersebut, Teni mengaku setiap harinya maksimal hanya mendapatkan uang Rp 1,5 juta.
Namun demikian, jumlah tersebut terhitung merugi. Karena kebutuhan pakan setiap hari bisa mencapai Rp 1.625.000. Setiap hari peternakan tersebut membutuhkan lima sak pakan dengan harga per saknya Rp 325 ribu.
"Kalau dihitung hasil penjualan telur dengan pembelian pakan jelas rugi. Belum ditambah dengan biaya tenaga kerjanya," ungkapnya.
Dengan kondisi ini, dirinya hanya menjual telur ke pedagang yang mampu membeli dengan harga tertinggi. Para pedagang tersebut rata-rata berasal dari Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul.
"Jadi sudah punya pelanggan pedagang telur, tapi saya menjual kepada pedagang paling tinggi menawarnya,"terangnya.
Adapun dari data yang dimiliki Disperindag DIY, pada 15 September harga telur ayam negeri sudah mencapai Rp 18.500 dari Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 24 ribu.
Baca juga: Hari Pertama Tes SKD CASN, BKPPD Magelang Minta Peserta Harus Optimis
Sementara itu, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian Pangan Peternakan dan Perikanan, Bantul, Joko Waluyo mengatakan anjloknya harga telur ini juga terjadi di semua wilayah tak hanya di Kabupaten Bantul. Ia sendiri mengaku tidak mengetahui penyebab jatuhnya harga telur.
"Saya tidak tahu apa penyebabnya harga telur jatuh, padahal di Jawa dan Bali PPKM sebagian besar sudah diturunkan dari Level 4 ke Level 3 bahkan ada yang Level 2 namun kok harga telur justru jatuh,"ungkapnya.
Joko memaparkan, para peternak di Bantul biasa memelihara hingga puluhan ribu ayam petelur. Ia mengungkapkan, peternak terbanyak berada di Kapanewon Pajangan dan sebagian di Kapanewon Sanden. Dengan kondisi harga saat ini, ia tidak menampik bahwa peternak akan merugi jutaan hingga puluhan juta.
"Kita tidak berbuat banyak karena harga ini sudah masuk dalam mekanisme pasar dan yang bisa melakukan intervensi pasar adalah pemerintah pusat. Kalau seperti pemerintah daerah sulit untuk intervensi agar harga telur naik," tandasnya. (nto)