Puluhan Sumber Mata Air di Klaten Menghilang, Ini Penyebabnya
Sumber mata air yang ada di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah mulai berkurang dari tahun ke tahun.
Penulis: Almurfi Syofyan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Sumber mata air yang ada di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah mulai berkurang dari tahun ke tahun.
Adapun penyebabnya, dipengaruhi oleh sejumlah faktor, mulai dari perubahan iklim hingga penambangan secara masif di lereng Gunung Merapi.
"Memang ada penurunan jumlah mata air, yang dulu sekitar tahun 1990-an dengan yang sekarang itu berbeda. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti eksplorasi di daerah hulu," ujar Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Klaten Harjaka saat Tribunjogja.com temui di kantornya, Senin (30/8/2021).
Menurutnya, dari 171 sumber mata air yang terdata oleh Pihak SDA DPUPR Klaten, sebanyak 31 di antaranya sudah menghilang atau tidak mengeluarkan air lagi pada tahun 2021 ini.
Beberapa sumber mata air yang mengering dan kemudian menghilang itu yakni, sumber mata air Karanggeneng dan sumber mata air Candirejo di Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen.
Kemudian juga ada sumber mata air Wiyu di Desa Nglinggi Kecamatan Kebonarum dan mata air Padangan di Desa Kajoran Kecamatan Klaten Selatan.
Baca juga: Klaten Turun ke PPKM Level 3 tapi Objek Wisata Masih Ditutup, Ini Harapan Pengelola Umbul Ponggok
Baca juga: Bantuan Air Bersih bagi Desa Terdampak Kekeringan di Klaten Terus Berdatangan
Menurut dia, selain adanya penambangan di daerah lereng Gunung Merapi, juga terdapat banyaknya sumur dalam di daerah hulu juga mempengaruhi keberadaan mata air di daerah hilir.
"Waktu dulu di daerah hulu atau atas (Lereng Merapi) tidak banyak sumur dalam. Sekarang sumur dalam itu banyak dan otomatis berpengaruh ke aliran air di bawah atau hilir karena air disedot dan dimanfaatkan di daerah sana," jelasnya.
Untuk mencegah, matinya mata air yang saat ini masih berfungsi, kata Harjaka diperlukan beberapa langkah mulai dari pembuatan embung konservasi hingga reboisasi di daerah lereng Gunung Merapi.
"Sebetulnya semua itu bisa disiasati dengan rekayasa teknis seperti reboisasi, membuat embung-embung konservasi yakni menangkap air dan air itu meresap ke bawah," ucap dia.
Terpisah, Kepala Desa Sidorejo Kecamatan Kemalang, Gatot Winarso mengaku jika di desa yang ia pimpin masyarakatnya memanfaatkan pasokan air dari BPBD selama musim kemarau serta mata air Bebeng dari daerah tetangga.
"Warga kita kalau kekeringan di musim kemarau biasanya beli air atau menunggu pasokan air bersih dari BPBD. Selain itu juga ada mata air Bebeng. Hanya ini sumber air kita saat kemarau," ucapnya. (Tribunjogja/Almurfi Syofyan)