Bansos Covid 19

Risma Temukan Warga Punya Mobil Dapat Bansos Berlapis Bernama NA70

Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan salah satu kesulitan dalam pembaruan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk program bantuan sosial.

Editor: Agus Wahyu
Dokumentasi Polres Magelang
Ilustrasi: Polres Magelang Polda Jawa Tengah menyalurkan bansos di Desa Wanurejo, Dusun Brojonalan, dan Balkondes Borobudur pada Jumat (30/07/2021). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan salah satu kesulitan dalam pembaruan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk program bantuan sosial (bansos) adalah nama penerima. Risma mengaku masih menemukan nama dengan kombinasi huruf dan angka seperti ’NA70’ atau nama dengan dua huruf seperti Ai. Nama-nama itu menyulitkan dalam penyaluran bansos.

”Jadi saat kita proses ke bank untuk penyaluran itu ada masalah, salah satunya ada di nama penerima. Ada namanya ’NA70’ , ada nama hanya dua huruf 'Al', itu kan bank enggak bisa terima nama tersebut,” kata Risma dalam webinar 'Bansos Dipotong, ke Mana Harus Minta Tolong?', Kamis (19/8).

Kementerian Sosial sendiri selama ini menyalurkan beberapa bansos dengan sistem transfer bank. Salah satunya adalah bansos Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Data penerima bansos yang sudah padan dengan data Dukcapil akan diserahkan ke Himpunan Bank Negara (Himbara) untuk proses pembuatan rekening.

Risma mengatakan beberapa kali mendapat kesulitan dalam proses ini karena nama penerima bansos terlalu singkat atau kombinasi huruf dan angka. ”Padahal mereka memang sesuai kriteria untuk mendapatkan bansos, tapi karena namanya unik jadi terhalang, ini yang coba kami selesaikan satu per satu," ujarnya.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengamini ada nama penduduk Indonesia dengan kombinasi huruf-angka atau hanya menggunakan dua huruf. Menurutnya, data tersebut merupakan data riil dan tercatat di Dukcapil.

Zudan pun meminta kepada setiap lembaga termasuk perbankan yang melakukan perekaman data penduduk untuk tidak menganalisis sendiri kebenaran nama penduduk yang tertera dalam KTP. ”Jangan berbagai lembaga mengoreksi nama 'kok ada angkanya?' Memang di Aceh ditemukan nama ACEH26, atau NA70, atau Ai, tapi ini riil, jangan dievaluasi sendiri," kata Zudan dalam acara yang sama.

Di sisi lain Zudan juga mengungkapkan bahwa masih ada warga yang mendapat beragam bansos Covid-19 meski hidup berkecukupan. Mereka yang menerima bansos itu bahkan tercatat sudah memiliki kendaraan roda empat alias mobil.
Zudan mengatakan data ini mulai terungkap usai sejumlah program bansos Covid-19 terintegrasi dengan data kependudukan. Pemerintah kemudian mulai bisa menemukan penyaluran bansos yang salah sasaran. ”Kami blur gambarnya. Dia punya kendaraan bermotor, satu motor, satu mobil, menerima bansos PKH (Program Keluarga Harapan), menerima PBI (Program Bantuan Iuran), peserta BPJS Kesehatan, masuk dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), dan menerima subsidi listrik PLN,” kata Zudan.

Ia kemudian membeberkan temuan ada ibu rumah tangga bernama Nita yang menerima bansos PKH, bansos PBI, peserta BPJS Kesehatan, dan peserta DTKS. Padahal ibu rumah tangga itu memiliki satu unit sepeda motor dan satu unit mobil. Lalu ada ibu rumah tangga berinisial Tur yang menerima bansos PKH, bansos PBI, penerima subsidi pupuk eRDKK Kementerian Pertanian, peserta penyuluhan SIMLUHTAN Kementan, dan peserta DTKS dalam waktu bersamaan.

Ada pula petani pemilik satu unit mobil bernama Sadiyar. Pria itu masuk dalam DTKS, penerima bansos PKH, penerima bansos beras, dan penerima Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) dalam waktu bersamaan. Seorang ibu rumah tangga bernama Siti juga mendapat bansos berlapis meski memiliki satu unit mobil. Ia tercatat mendapat bansos PKH, bansos PBI, peserta BPJS Kesehatan, hingga masuk dalam DTKS.

Temuan-temuan ini kata Zudan jadi modal pemerintah untuk membenahi penyaluran bansos Covid-19. Pemerintah akan memperbaiki data sehingga bansos bisa tersalurkan dengan tepat sasaran. ”Ini nanti kami terus bersama kementerian/lembaga mulai memilah yang sudah dapat bantuan A mestinya enggak dapat bantuan B. Kalau ada aturan masih bisa dapat bantuan, berapa maksimal dia mendapat bantuan," ujarnya.

Zudan mengaku bersama Kemensos telah membuat sistem integrasi data sehingga pencatatan data penerima bansos bisa lebih mudah. Sistem integrasi data ini juga akan menekan risiko data ganda dalam program bansos. ”Untuk itu kami membuat dashboard monitoring bansos yang sudah dipadankan dengan data Dukcapil, atau data-data yang masuk. Ini bisa mempermudah pencatatan dan mencegah data ganda," ujarnya.

Kemensos sendiri sebelumnya sudah menghapus sebanyak 52,5 juta data ganda dalam DTKS. Data tersebut 'ditidurkan' karena terindikasi ganda alias penerima memperoleh lebih dari satu bantuan, tidak ber-NIK, sudah pindah domisili, atau meninggal dunia. KPK menyebut penghapusan 52,5 juta data ganda penerima bansos itu telah menyelamatkan keuangan negara senilai Rp10,5 triliun.

”Potensi penyelamatan keuangan negara karena dihapusnya 52,5 juta penerima tersebut bila diasumsikan setiap penerima menerima bantuan sebesar Rp200 ribu/bulan, maka totalnya menjadi Rp10,5 triliun per bulan sebagai penyelamatan keuangan negara," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam jumpa pers 'Capaian Kinerja Bidang Pencegahan dan Stranas KPK Semester I' di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/8).

Kata Pahala, awalnya data penerima bansos di Kemensos terpecah-pecah yaitu data keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) ada di Direktorat Jenderal (Ditjen) Penanganan Fakir Miskin (PFM), data penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Ditjen Perlindungan Sosial, dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ada di Sekretariat Jenderal Kemensos.

"Rekomendasi KPK ke Bu Menteri Sosial pada Desember 2020 telah ditindaklanjuti dengan baik dengan menggabungkan ketiga data itu. Aslinya ada 193 juta orang penerima, setelah digabung hilang sekitar 47 juta, jadi sisa 155 juta dan masih ada kemungkinan data ganda, jadi kami minta dicek lagi NIK (Nomor Induk Kepegawaian) di Kemendagri," katanya.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved