Yogyakarta
Manaqib Kebudayaan di HUT ke-76 RI, Yenny Wahid Singgung Tiga Tantangan Generasi Bangsa
Manaqib Kebudayaan bertajuk Serunai Kemerdekaan kembali bergulir tepat pada perayaan HUT RI ke-76, Selasa (17/8/2021) petang.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Agenda Manaqib Kebudayaan yang rutin digelar putri mendiang Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid setiap malam Rabu Legi kembali bergulir tepat pada perayaan HUT RI ke-76, Selasa (17/8/2021) petang.
Kegiatan yang berlangsung Peace Village, Yogyakarta itu, mengusung tajuk Serunai Kemerdekaan, dan menghadirkan dialog budaya bersama sutradara dan produser senior Garin Nugroho, serta Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid.
Keduanya berbincang mengenai atmosfer kemerdekaan di tengah situasi pandemi yang menghantam Indonesia dalam satu setengah tahun terakhir.
Acara dikonsep dengan dialog ringan, namun relevan dengan masa-masa sulit ini.
Baca juga: Jedink Production Dalam Sepekan Tayangkan Beragam Seni dan Budaya
Yenny Wahid mengatakan, saat ini dan kedepan, generasi bangsa, atau bahkan manusia di seluruh dunia harus bersiap menghadapi tiga tantangan besar.
Tiga tantangan itu yakni disrupsi, ekologi, dan emosi, terkhusus bagi anak muda.
"Disrupsi ini terjadi karena perubahan teknologi, ataupun perubahan gaya hidup. Banyak pekerjaan yang dulunya ada, sekarang tidak ada lagi. Misal, teknisi kapal uap, petugas telepon umum, dan lain sebagainya," ungkap Yenny.
Ia pun menyebut, pandemi Covid-19 yang terjadi sekarang, juga merupakan suatu bentuk disrupsi.
Pasalnya, perubahan gaya hidup manusia, dengan mobilitas lebih yang semakin luas dan cepat, maka virus menyebar semakin masif.
"Dulu, virus bisa dilokalisir di suatu wilayah. Tapi, saat ini, dengan kemajuan teknologi, hingga mobilitas manusia yang tinggi, virus pun bisa cepat sekali tersebar ke seluruh dunia sehingga menjadi fenomena global," terangnya.
Tantangan kedua adalah ekologi, meliputi isu perubahan iklim dan dampaknya.
Menurutnya, tantangan ini dihadapi seluruh manusia di dunia, tanpa memandang segala jenis perbedaan yang ada, baik suku, agama, dan negara.
Baca juga: Kampung Wisata Tamansari Jogja, Perpaduan Potensi Seni, Budaya dan Heritage
"Tidak bisa dipungkiri, perubahan iklim ini berpengaruh besar sekali. Mau dia orang Amerika Serikat, Belanda, Tegal, atau bahkan Sumenep, semua sama saja," tambahnya.
Lalu, tantangan yang ketiga ialah emosi, terutama dengan sosial media yang mengaduk-aduk perasaan.
Menurutnya, emosi untuk saat ini, khususnya terkait dengan kehadiran sosial media, jadi hal penting yang harus diperhatikan.
"Perubahan ini adalah efek dari cara kita berinteraksi satu sama lain. Ada bulliying, hoaks, hate speech yang cenderung membelah masyarakat. Kamu dukung saya atau kamu membenci saya. Kita harus hadapi ini," ujar Yenny.
Untuk menghadapinya, ia memaparkan, dapat dilakukan dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan.
Menurutnya, ketika ingat pada Tuhan dan mendahulukan kemanusiaan, manusia jadi lebih bisa 'menerima'.
"Hal itu membuat kita memiliki daya juang untuk survive. Ketika ada daya juang, kita bisa bertahan dan bisa mencari solusi dan kreativitas," papar perempuan bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid tersebut.
Baca juga: Kalurahan Sabdodadi di Bantul Jadi Desa Mandiri Budaya
Selanjutnya, kegiatan ini menghadirkan lelang lukisan “Indonesia Rumah Kita”.
Lukisan dibuat oleh dua pelukis papan atas bereputasi internasional, Nasirun dan Jumaldi Alfi.
Dua seniman yang berbeda dalam banyak hal, mulai afiliasi ormas (NU-Muhammadiyah) dan gaya lukisan.
Lukisan ini sudah disiapkan sejak tiga hari sebelumnya, dilukis sketsa dan detailing-nya.
Dalam kesempatan itu, mereka secara langsung melakukan kolaborasi finishing lukisan ekspresionisme berukuran 2x2 meter tersebut.
Lukisan kemudian dilelang dan hasilnya sepenuhnya didonasikan untuk membantu warga terdampak pandemi Covid-19.
Hal ini adalah aksi nyata dari Peace Village untuk membantu warga yang mengalami kesusahan. ( Tribunjogja.com )