Wacana Kartu Vaksin untuk Akses Tempat Umum, GIPI DIY: Jangan Sampai Blunder
Pemerintah pusat tengah mewacanakan agar sertifikat vaksin dapat dijadikan persyaratan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas di ruang-ruang
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah pusat tengah mewacanakan agar sertifikat vaksin dapat dijadikan persyaratan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas di ruang-ruang publik maupun tempat wisata.
Langkah uji coba pun tengah dilakukan dilakukan. Misalnya pengunjung wajib divaksinasi Covid-19 untuk bisa masuk ke mal-mal di sejumlah kota besar selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Jawa-Bali.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjdaitan juga sempat mengutarakan bahwa Malioboro bakal dijadikan kawasan wajib vaksin Covid-19.
Baca juga: Kartu Vaksin Jadi Syarat Berkunjung ke Destinasi Wisata, Dinpar Kulon Progo Akan Mengikuti
Artinya, para pengunjung yang akan menyambangi ikon Kota Yogyakarta tersebut wajib memiliki dan menunjukkan kartu vaksin Covid-19.
Menanggapi hal itu, Dewan Pengurus Daerah (DPD) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY, Bobby Ardyanto Setyo Ajie mengapresiasi langkah yang ditempuh pemerinah pusat.
Hal itu menunjukkan keseriusan pemerintah untuk terus menggaungkan percepatan dan perluasan cakupan vaksinasi agar kekebalan kelompok terhadap virus korona dapat segera terwujud.
Namun, industri pariwisata menuntut kesiapan pemerintah dalam mengimplementasikan regulasi tersebut di lapangan agar tak terjadi blunder.
Blunder yang dimaksud tak hanya soal pengawasan tapi juga jangan sampai sektor pariwisata jadi kambing hitam ketika terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
"Jangan sampai pelaksanaan di lapangan justru jadi blunder sendiri karena ketidaksiapan pemerintah. Karena jawabannya ada di sejauh mana kesiapan pemerintah untuk bisa jalankan regulasi ini," terang Bobby saat dihubungi, Rabu (11/8/2021).
Memberikan contoh, Bobby mengatakan pemerintah sebelumnya pernah mewajibkan pelaku perjalanan untuk membawa dokumen hasil pemeriksaan rapid test antigen. Namun realisasi kebijakan tersebut awalnya kurang memuaskan.
Sebab, pelaksanaannya tidak diimbangi dengan ketersediaan rapid test antigen yang mumpuni sehingga terkadang justru menimbulkan kerumunan antrean.
Selain itu, layanan pemeriksaan rapid test antigen juga tidak tersedia di pintu masuk beberapa fasilitas operasi transportasi publik seperti stasiun, bandara, dan terminal.
"Di awal itu jadi blunder dan menimbulkan permasalahan tersendiri karena ketersediaan antigen di pintu masuk transportasi publik itu masih minim. Sehingga itu jadi masalah tersendiri di lapangan terkait implementasi regulasi itu," jelasnya.
Karenanya, Bobby mengusulkan agar Pemda DIY dapat menyediakan sentra vaksinasi di destinasi-destinasi wisata guna mempermudah wisatawan memperoleh suntikan vaksin jika mereka belum mendapatkannya.
"Sama seperti waktu bepergian lewat airport dan stasiun, itu kan (layanan) antigen tersedia. Jadi kalau di belum sempat melakukan tes dia bisa melakukan di tempat itu," terangnya.
Bobby melanjutkan, sejauh ini sebagian besar pelaku wisata yang berada di bawah naungan GIPI DIY telah menjalani vaksinasi.
Adapun total pekerja wisata yang terdata pihaknya adalah sekitar 35 ribu orang.
"Sudah sebagian besar tervaksin. Di akhir Agustus kami juga dapat kuota lagi 3.000. Itu kerja sama Dispar DIY, Dinkes, dan GIPI. Kita menyediakan untuk pelaku wisata agar semua pelaku bisa divaksin," jelasnya.
Jika regulasi itu benar-benar diterapkan, pihaknya siap membantu untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap wisatawan yang datang.
"Bagaimanapun implemntasi regulasi ini tidak bisa hanya diselesaikan oleh goverment tetapi masyarakat dan industri harus terlibat aktif mensupport pemerintah dan menjadi tuan rumah yang baik," tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji turut menanggapi kebijakan sertifikat vaksin Covid-19 yang dijadikan salah satu syarat untuk memasuki fasilitas publik.
Aji menganggap bahwa kebijakan itu berpotensi menimbulkan ketidak adilan. Sebab, masyarakat DIY memiliki keinginan yang tinggi untuk menjalani vaksinasi. Namun memang belum seluruhnya berkesempatan mendapat suntikan vaksin.
Baca juga: Tambah Kapasitas, Bed Rawat Inap RSUD Saptosari Akan Dialihkan untuk Penanganan COVID-19
"Ya kalau mereka itu sebetulnya sudah ingin vaksin tapi belum sempat dilayani karena bukan kemauan yang bersangkutan kan kasihan," jelasnya.
Mantan Kepala Disdikopra DIY ini melanjutkan, kebijakan itu tepat diterapkan jika memang ada sekelompok warga yang menolak pelaksanaan vaksinasi.
"Jadi hal itu boleh saja dilakukan kalau ada kelompok masyarakat yang tidak mau vaksin. Tapi di DIY kan motivasinya jalan baik. Di DIY itu belum vaksin bukan karena tidak mau, tapi ya belum dapat gilirannya saja," bebernya.
Saat ini, cakupan vaksinasi di DIY telah mencapai 43,79 persen. Artinya telah ada 1.261.011 orang dari total sasaran sebanyak 2.879.699 orang yang menerima suntikan vaksin Covid-19 dosis pertama .
Sedangkan sebanyak 13,27 persen atau 488.782 orang diantaranya telah menuntaskan vaksinasi dengan menerima suntikan dosis kedua. (tro)