PSHK FH UII Yogyakarta Nilai Istilah PPKM Tidak Memiliki Kejelasan Dasar Hukum
Pelaksanaan PPKM oleh pemerintah, baik itu darurat maupun berlevel dinilai tidak memiliki kejelasan dasar hukum.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Indonesia telah memastikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diperpanjang hingga 2 Agustus 2021.
Meski diklaim mampu menurunkan penyebaran virus corona, pelaksanaan PPKM, baik itu darurat maupun berlevel dinilai tidak memiliki kejelasan dasar hukum.
Kepala Bidang Riset dan Edukasi Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Ahmad Ilham Wibowo SH, menjelaskan bahwa PPKM tidak dikenal dalam beberapa produk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanganan pandemi.
Diketahui, kebijakan PPKM Darurat dikeluarkan menggunakan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali beserta perubahannya.
Kemudian, agenda diperpanjang melalui kebijakan PPKM Level 4 yang dikeluarkan berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2021.
“Pertama, jika dikaitkan dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Kekarantinaan Kesehatan), tidak dikenal istilah ‘PPKM’,” ujar Ahmad kepada Tribun Jogja, Senin (26/7/2021).
Dia mengatakan, pasal 49 UU Kekarantinaan Kesehatan hanya mengenal 4 bentuk tindakan, yakni Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit atau Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa PPKM tidak dikenal dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.
“Padahal, UU Kekarantinaan Kesehatan merupakan undang-undang yang dibentuk dan dikeluarkan untuk menangani kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat yang salah satunya ditandai dengan penyebaran penyakit menular,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, kebijakan PPKM justru hanya memilih untuk menggunakan adanya ketentuan sanksi dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, tanpa menggunakan tindakan-tindakan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai dasar dalam mengatasi pandemi Covid-19.
Hal ini ditegaskan dalam ketentuan angka ke-10 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021, angka ke-21 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2021, dan angka ke-10 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2021.
“Kedua, dikaitkan dengan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pun tidak dikenal istilah ‘PPKM’,” jelasnya lagi.
Dilanjutkan Ahmad, Pasal 33 UU Penanggulangan Bencana mengatur 3 (tiga) tahap tindakan penyelenggaraan bencana yang terdiri dari prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana.
Ketiga tindakan tersebut pun diarahkan dan dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berdasarkan Pasal 11 UU Penanggulangan Bencana.