Begini Saran Pakar Hukum Kepada Presiden Jokowi Atas Temuan Maladministrasi Alih Status Pegawai KPK
Begini Saran Pakar Hukum Kepada Presiden Jokowi Atas Temuan Maladministrasi Alih Status Pegawai KPK
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan adanya maladministrasi dalam proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) beberapa waktu yang lalu.
Temuan itu diungkapkan setelah Ombudsman menyelesaikan serangkaian proses pemeriksaan atas pengaduan yang dilayangkan oleh 75 pegawai KPK nonaktif.
"Secara umum malaadministrasi itu dari hasil pemeriksaan kita, memang kita temukan," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).
Temuan adanya maladministrasi tersebut menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar seharusnya ditindaklanjuti oleh Presiden Jokowi.
Menurut dia, sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan, Presiden Jokowi seharnya mengambil tindakan sesuai dengan keputusan dari ORI.
"Karena KPK sekarang ada pada wilayah rumpun kekuasaan pemerintahan (eksekutif), maka pimpinan tertinggi kekuasaan pemerintahan yaitu Presiden seharusnya mengambil tindakan-tindakan sesuai dengan keputusan Ombudsman RI dengan membatalkan keputusan (pimpinan KPK)," kata Fickar seperti yang dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.com dalam artikel berjudul "Soal Maladministrasi Alih Status Pegawai KPK, Pakar Hukum: Presiden Seharusnya Ambil Tindakan",Kamis (22/7/2021).
Menurut Fickar, atas temuan maladminsitrasi tersebut, Presiden Jokowi seharusnya mengambil keputusan pembatalan atas keputusan pimpinan KPK yang memberhentikan 75 pegawai yang tidak lolos TWK.
Baca juga: Hasil Pemeriksaan Aduan Alih Status Pegawai KPK jadi ASN, ORI : Terjadi Maladministrasi
Baca juga: Beredar Daftar Pegawai KPK Nonaktif yang Akan Ikut Pelatihan Bela Negara, Hotman : Saya Tak Ikut
Malaadminstrasi menurutnya merupakan sebuah langkah dan keputusan yang diambil tidak sesuai bahkan bisa bertentangan dengan prosedur administratif yang telah ditetapkan.
Dalam sudut prosedur adminstrasi negara, kata dia, keputusan pimpinan KPK yang memberhentikan 75 pegawai yang tidak lolos alih status dianggap tidak sah karena tidak mengikuti bahkan bertentangan dengan administrasi negara.
"Sehingga, bisa diukur dan diindikasikan apakah penyelenggaraan pemerintahan telah taat asas, mematuhi prosedur utama, prosedur adminstrasi negara dan hukum," ucap Fickar.
Presiden, kata Fickar, memiliki dua pilihan, pertama, membatalkan putusan-putusan lembaga KPK yang malaadministrasi.
Kedua, mengambil alih operasional KPK melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bersama sama Jaksa Agung dan Kapolri.
"Langkah itu perlu ditempuh presiden untuk menyelamatkan KPK dari kekeliruan prosedur administrasi negara dan hukum," ucap Fickar. (*)