Korea Selatan Kembangkan Iron Dome Mirip Punya Israel untuk Hadapi Korea Utara, Tapi Lebih Canggih
Korea Selatan Kembangkan Iron Dome Mirip Punya Israel untuk Hadapi Korea Utara, Tapi Lebih Canggih

TRIBUNJOGJA.COM, SEOUL - Tak ingin ketinggalan dengan Korea Utara yang terus meningkatkan kemampuan militernya, Korea Selatan pun juga mulai mengincar sistem pertahanan udara untuk melindungi wilayahnya.
Korea Selatan mulai mengembangkan sistem pertahanan udara untuk mengantisipasi serangan artileri dan roket jarak pendek negara serumpunnya tersebut.
Tak tanggung-tanggung, Korea Selatan dikabarkan siap untuk menganggarkan anggaran sebesar 2,5 miliar dollar AS (Rp 36,2 triliun) untuk meneliti, mengembangkan, serta mengadakan sistem baru pada 2035.
Sistem pertahanan udara yang akan dikembangkan oleh Korea Selatan ini mirip dengan Iron Dome milik Israel.
Sistem pertahanan udara Iron Dome yang akan dikembangkan oleh Korea Selatan ini nantinya akan dilengkapi dengan teknologi yang lebi canggih.
Hal itu diperlukan untuk mengantisipasi artileri jarak jauh oleh Korea Utara serta situasi keamanan saat ini.
Dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.com dalam artikel berjudul "Korea Selatan Akan Kembangkan Sistem Pertahanan Seperti Iron Dome Milik Israel" Kolonel Suh Yong Won, juru bicara Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) mengatakan sistem anti-rudal Korea Selatan perlu jauh lebih handal dari pada sistem Israel.
“Iron Dome merespons roket yang ditembakkan oleh kelompok militan, seperti Hamas dan pasukan tidak teratur secara sporadis,”katanya.
“Beberapa bagian dari sistem akan memiliki kesamaan, tetapi apa yang akan kami bangun dirancang untuk mencegat artileri jarak jauh oleh Korea Utara, yang membutuhkan tingkat teknologi yang lebih tinggi, mengingat situasi keamanan saat ini,” terang Suh Yong Won.
Sistem baru Korea Selatan akan bertujuan untuk mempertahankan ibu kota Seoul, fasilitas intinya, serta infrastruktur militer dan keamanan utama melawan pengeboman Korea Utara, menggunakan rudal pencegat.
Ia mengatakan, itu sebabnya sistem Korea Selatan diperkirakan lebih mahal dari pada sistem Israel.
Pakar militer juga mencatat bahwa Korea Selatan mungkin perlu lebih banyak menembakan proyektil dari pada yang dilajukan Israel.
Hamas menembakkan sekitar 4.300 roket selama 10 hari dalam konflik Gaza terbaru.
Sementara Korea Utara, diperkirakan dapat meluncurkan 16.000 roket per jam, menurut laporan baru-baru ini oleh surat kabar Hankyoreh.
“Ini adalah usaha yang sangat menantang,” kata Ankit Panda, rekan senior Stanton di Program Kebijakan Nuklir di Carnegie Endowment for International Peace.
Baca juga: Korea Utara Alami Krisis Pangan Parah, Begini Penjelasan Kim Jong Un
Baca juga: Gara-gara Jual Film Korea Selatan, Seorang Kepala Teknisi di Korea Utara Dieksekusi Mati
Namun, para ahli tampaknya yakin Korea Selatan akan mampu mengembangkan pertahanan rudal yang efektif melawan tembakan artileri dan roket Korea Utara.
Pertanyaannya adalah harga.
"Tidak ada pilihan untuk Korea Selatan, mau bagaimana lagi," kata Jo Dong Joon, direktur Pusat Studi Korea Utara di Universitas Nasional Seoul.
“Korea Selatan khawatir bahwa Korea Utara dapat menembakkan artileri jarak jauhnya tanpa banyak rasa takut akan pembalasan,” ucapnya.
Dorongan untuk mengembangkan sistem pertahanan Korea Selatan datang pada 2010, ketika Korea Utara menembaki pulau perbatasan Yeonpyeong dan menewaskan 4 orang.
Pada 1950-1953, Perang Korea berakhir dengan gencatan senjata, tidak ada perjanjian damai antara Korea Selatan dan Korea Utara.
Kedua negara kemudian membangun pasukan dan persenjataan di sepanjang zona demiliterisasi (DMZ).
Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik, yang memunculkan perkiraan rival bebuyutannya tidak akan mampu bertahan melawan senjata-senjata itu.
Korea Utara diperkirakan memiliki 10.000 artileri, termasuk peluncur roket di utara DMZ, kurang dari 100 kilometer dari wilayah Seoul yang berpenduduk 25 juta orang, setengah dari populasi Korea Selatan. (*)