Pendidikan

Pandemi Tahun Kedua Diprediksi Lebih Mematikan, Ini Penjelasan Pakar Epidemiologi UGM

Yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus COVID-19 yang lebih mematikan di tahun kedua bisa dengan beberapa hal.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
news.un.org
ilustrasi Virus Corona (Covid-19) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Presiden Joko Widodo mengatakan, hingga saat ini belum terlihat tanda-tanda pandemi COVID-19 akan segera berakhir.

Dilansir dari nasional.kompas.com, Sabtu (22/5/2021), hal itu disampaikannya saat berbicara dalam Global Health Summit 2021 yang ditayangkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (21/5/2021).

"Sejak pertemuan kita terakhir enam bulan yang lalu, belum ada tanda-tanda pandemi akan segera berakhir," ujar Jokowi.

Presiden lantas mengutip pernyataan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, yang menyatakan tahun kedua pandemi COVID-19 bisa berdampak jauh lebih mematikan.

Baca juga: Pakar Statistika UGM Ungkap Efektivitas Penanganan Hingga Prediksi Kapan Pandemi Covid-19 Berakhir

"Dokter Tedros Dirjen WHO menyampaikan bahwa pada tahun kedua pandemi dampaknya bisa jauh lebih mematikan dibanding tahun pertama. Perkembangan varian-varian baru virus COVID-19 menjadi tantangan tersendiri bagi dunia," ungkap Jokowi.

Selain itu, kesenjangan global atas akses vaksin saat ini masih terjadi.

Menurutnya, tantangan akses vaksin yang adil dan merata bagi semua masih sangat berat untuk diwujudkan hingga kini.

Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Bayu Satria Wiratama, turut berkomentar mengenai hal ini.

Bayu menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa menyebabkan kasus COVID-19 di tahun kedua lebih tinggi.

Pertama, pandemic fatigue.

"Orang-orang sudah capai selama setahun dalam kondisi yang tidak bebas, sehingga ada kemungkinan lalai soal protokol kesehatan dan pemerintah juga mulai kompromi," ujarnya saat dihubungi Tribunjogja.com, Sabtu (22/5/2021).

Kedua, ungkap Bayu, munculnya beberapa varian baru virus SARS-CoV-2 yang memiliki kemungkinan penularan lebih luas dan lebih tahan vaksin, walaupun belum sepenuhnya terbukti.

Baca juga: Angka Kematian Akibat Covid-19 Meningkat, Epidemiolog UGM: Bisa Jadi Akses Menengah Ke Bawah Sulit

"Hal ini diperkuat dengan surveilans genomik COVID-19 kita yang belum bagus," imbuhnya.

Ketiga, sampai saat ini masih belum terlihat adanya komunikasi yang bagus antara pemerintah pusat dengan daerah serta antar lembaga pemerintahan pusat.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved