Kembali Digulirkan Kementerian PUPR, Program Kotaku di Kota Yogyakarta Terapkan Sistem Padat Karya

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kembali menggulirkan program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) di Kota Yogyakarta.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Kota Yogya 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kembali menggulirkan program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) di Kota Yogyakarta.

Namun, untuk meringankan beban warga terdampak pandemi, sistem swakelola dan padat karya pun dikedepankan.

Terdapat tiga program yang digulirkan tahun ini, yakni pekerjaan perawatan atau perbaikan di Purwokinanti, Muja-muju, Pakuncen dan Gunungketur.

Lalu, pekerjaan reguler dan kolaborasi hibah Department of Foreign Affairs and Trades of Australian Government (DFAT).

Baca juga: Wawancara Eksklusif: Upaya Dinkop UKM Sleman Membangkitkan Usaha Kecil di Tengah Pandemi

Dijelaskan Koordinator Program Kotaku Kota Yogyakarta, Raharja Mulya Atmaja, pekerjaan perawatan di empat titik tersebut menyedot anggaran Rp 300 juta.

Sebagian besar dialokasikan untuk membayar upah tenaga kerja, yang memang berasal dari lingkungan setempat.

"Ya, 65 persen untuk tenaga kerja, sisanya untuk bahan dan material. Tenaga kerja pakai warga setempat, yang terkena dampak pandemi, seperti kehilangan pekerjaan, maupun keluarga pra sejahtera," katanya, selepas menemui Wakil Wali Kota Yogyakarta, di Balaikota setempat, Selasa (27/4/2021).

Lalu, program reguler Kotaku tahun ini menyasar satu wilayah di Terban, dengan kegiatan pengentasan kawasan kumuh, seperti pembenaahan sanitasi, drainase maupun perbaikan jalan lingkungan.

Dana yang digelontorkan sebesar Rp 1 miliar, untuk RW 10, serta RW 11.

Sedangkan kolaborasi hibah DFAT lebih difokuskan untuk mengatasi persoalan air minum, sanitasi dan sampah.

Ada empat wilayah yang menjadi sasaran, yakni Prawirodirjan, Giwangan, Karangwaru, hingga Baciro, dengan alokokasi masing-masing senilai Rp 2 miliar.

"Sekarang masih tahap pra desain, tapi pekerjaan fisiknya tetap dilakukan tahun ini. Semua pekerjaan mengedepankan padat karya dan melibatkan tenaga kerja lokal, semuanya dengan swakelola, ya," ungkap Raharja.

Baca juga: Cegah Pemudik Masuk Magelang, Kapolres Pimpin Operasi Yustisi Gabungan di Perbatasan

Sementara itu, Team Leader Program Kotaku Yogyakarta, Imam Santoso mengungkapkan, meskipun tenaga kerjanya berasal dari warga setempat, upahnya tetap disesuaikan dengan standar Rp 90 ribu untuk setiap harinya.

Ia pun menjelaskan, total anggaran yang dikucurkan untuk DIY adalah Rp 19,3 miliar, dimana Rp 10,2 miliar di antaranya dialokasikan bagi Kota Yogyakarta.

Dengan anggaran yang cukup wah, maka prinsip kehati-hatian dan keterbukaan menjadi kewajiban untuk diterapkannya.

"Pemilihan tenaga kerja lokal tidak akan mengurangi kualitas. Begitu juga dengan pemilihan materialnya, umur bangunan minimal bertahan lima tahun. Kita sangat berhati-hati, tidak ada tenaga kerja fiktif, semua pekerjaan harus sesuai standar," pungkas Imam. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved