Inilah Naskah Pegon Tertua di Jawa, Buatan 1347 Masehi saat Majapahit Masih Jaya
Manuskrip kuno itu dituliskan di daluwang, kertas kuno, yang di dalamnya tertera angka tahun 1347 Masehi, dalam angka Arab.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Peneliti arkeologi Islam-Kolonial Balai Arkeologi Yogyakarta, Drs Masyhudi, menyatakan telah menemukan naskah Arab Pegon tertua di Jawa.
Manuskrip kuno itu dituliskan di daluwang, kertas kuno, yang di dalamnya tertera angka tahun 1347 Masehi, dalam angka Arab.
Aksaranya Arab, bahasa yang digunakan Jawa.
Manuskrip itu menurut Masyhudi ditemukan di Salatiga, ada di tangan seorang kolektor benda kuno.
Temuan hasil penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta itu dipaparkan dalam Temu Ilmiah Rutin (TIR) bertema “Jejak Peradaban Asing di Jawa” di ruang RP Sudjono Balar Yogyakarta, Kamis (15/4/2021).
“Saya meyakini angka tahunnya itu, berdasar bukti material yang tercantum di manuskrip tersebut,” kata Masyhudi kepada Tribunjogja.com.
Baca juga: Akhirnya Tersingkap, Dinding Era Majapahit yang Hilang Terkubur Lapisan Bencana
Angka tahun 1347 Masehi berarti ada di masa-masa kejayaan Majapahit.
Raja Hayam Wuruk dicatat wafat pada 1389 Masehi.
Sementara kekuasaan Majapahit diperkirakan runtuh dan berakhir eksistensinya secara penuh pada 1478 Masehi.
Tribunjogja.com secara khusus mempertanyakan angka tahun yang sangat tua, dibandingkan penggunaan bahan tulis berupa daluwang yang bersampul kulit.
Selain itu juga meminta penjelasan jika manuskrip kuno itu menggunakan bahasa Jawa, apakah dari bahasa itu bisa memastikan digunakan secara umum di abad 14.
Masyhudi mengakui ia belum memperdalam dan mengkaji hasil penelitiannya dari sisi filologi atau kebahasaan.
Sehingga ia juga belum tahu apakah bahasa Jawa yang digunakan di manuskrip pegon itu bahasa Jawa pada era itu, atau bahasa Jawa lebih muda.
“Penelitian saya belum sampai ke sana. Tapi saya meyakini itu bukan naskah salinan atau turunan,” kata Masyhudi.
Baca juga: Warga Jombang Temukan Struktur Bata Kuno yang Diduga Peninggalan Zaman Majapahit
Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Drs Sugeng Riyanto mengakui, penelitian manuskrip kuno itu harus dilanjutkan.
Dalam khasanah keilmuan, biasa muncul keraguan terhadap hasil penelitian.
“Supaya memberi jawaban meyakinkan terkait angka tahun yang diyakini masa pembuatan atau penulisan naskah itu,” kata Sugeng.
“Bisa mengkaji apakah bahasa Jawa yang digunakan di manuskrip itu digunakan di era abad 14. Ataukah bahasa Jawa pertengahan, atau bahasa Jawa baru,” lanjutnya.
“Kedua, tadi disebutkan ada istilah Pangkur, yang dituliskan di dalam naskah. Ini harus didalami apakah Pangkur atau tembang Pangkur sudah dikenal di abad 14,” kata Sugeng Riyanto yang pakar sejarah klasik Jawa ini.
Masyhudi sebagai peneliti manuskrip kuno ini merespon secara baik saran Sugeng Riyanto.
Penelitian itu akan dilanjutkan mengkaji secara kebahasaan dan isinya, guna memastikan keaslian dan kepastian tahun penulisan.
Baca juga: Inilah Masa Kritis Majapahit Sebelum Akhirnya Terkubur Selama-lamanya
Secara riwayat, Masyhudi mengaku ia mengetahui keberadaan naskah kuno itu dari masyarakat dan ia juga berusaha mencari info manuskrip kuno lewat internet.
“Akhirnya saya dapat petunjuk, ada seorang kolektor benda seni di Salatiga, memiliki naskah kuno yang saya cari,” aku Masyhudi.
Dari pemegang terakhir koleksi kuno itu, diperoleh cerita singkat, manuskrip yang sudah kucel itu diperoleh dari Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Setelah dipindahtangankan, naskah itu pernah diteliti entah oleh siapa, sudah lama. Kini dirawat secara baik oleh kolektornya,” imbuh Masyhudi.
Manuskrip Arab Pegon itu menurut Masyhudi secara ringkas berisi kisah atau cerita riwayat Nabi Muhammad SAW dan puja-puji semacam doa.
“Bahasa Jawa, aksara atau huru Arab jenis khat Naskhi yang bentuknya sangat sederhana. Sebagian masih bisa dibaca, sebagian rusak,” jelas satu-satunya peneliti arkeologi Islam yang dimiliki Balar Yogya ini.
Peneliti lain yang memaparkan karyanya adalah Drs M Chawari.
Baca juga: Fakta-fakta Temuan Struktur Kuno Diduga Bekas Kawasan Elite Bangsawan Majapahit
Ia menjelaskan hasil penelitian dan rekonstruksi pintu angkat jalan utama benteng Van den Bosch di Ngawi.
Lewat serangkaian tahapan penelitian, Chawari menunjukkan rekonstruksi pintu angkat benteng kolonial yang dibangun abad 19 itu.
Ada dua pola yang disodorkan, yaitu yang mengadaptasi mekanisme konstruksi pintu angkat serupa di benteng Vastenburg Solo dan Vredeburg di Yogya.
Jejak kaki pintu angkat dari hasil ekskavasi ditemukan sisa kayu cukup besar. Namun penampakan secara utuh area pintu angkat belum diperoleh karena jalurnya dipakai jalan beraspal.
“Tapi secara prinsip, benteng Van den Bosch di Ngawi itu berparit keliling. Akses utama ada pintu di atas parit yang bisa diangkat,” kata Chawari.
Benteng van den Bosch dibangun lebih muda ketimbang dua benteng kompeni di Solo dan Yogya.
“Dibangun sesudah perang Diponegoro,” jelasnya.(Tribunjogja.com/xna)